Kunjungan ke Bandung kali ini jadi sesuatu yang berbeda dan membuat saya lebih mengenal jalanan kota yang selalu sibuk luar biasa. Jauh-jauh hari suami sudah menyampaikan rencana bahwa tanggal sekian akan ada reuni angkatan sefakultas Teknik Elektrok ITB. Tempat dimana dulu suami menuntut ilmu, menamatkan S1. Acara reuni diadakan sedari pagi (sekitar pkl. 09:00 wib) hingga lepas maghrib di kampus Ganesha.
Itu reuni apa kerja bareng sih? lama banget yak hahaha.
Karena rentang waktu acara (cukup) lama, suami memutuskan untuk menginap di Bandung sembari tentu saja mengajak saya. Pengaturan yang harus memikirkan apa yang musti saya kerjakan sembari menunggu selama itu.
Akhirnya disusunlah strategi sebagai berikut. Suami nyari hotel terlebih dahulu. Baru setelah itu diputuskan saya akan kemana. Maunya sih keluyurannya gak jauh dari hotel supaya gak nyasar kebangetan. Maklum kalo pas weekend, Bandung tuh padat merayap hampir di setiap sisi kota. Apalagi dengan kondisi banyak jalur yang diatur searah. Jadi kalau sudah nyasar, muternya bakalan jauh banget. Pengaturan ini juga dengan pertimbangan bahwa sesungguhnya saya tidak terlalu familiar dengan beberapa sisi/jalanan di Bandung. Kecuali untuk beberapa daerah yang sering dikunjungi atau yang sudah sering kami lewati.
Dari sekian pencarian secara daring, akhirnya ketemulah Kollektiv Hotel yang berada di seputaran Sukasari. Hotel bintang 3 yang ulasannya jempolan dan dengan rancang design bangun yang banyak dapat pujian.
Kasus berikutnya adalah dengan siapa saya akan ngukur jalan di Bandung? Meski sering melanglang buana ke banyak tempat, suami kok malah khawatir saya nyasar dan hilang di Bandung. Sendirian tanpa teman.
Saya langsung mengontak si bungsu. Berharap dia mau dan bisa menemani saya dan suami ke Bandung. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kok kebetulan dia memang berniat pulang karena kangen dengan pasukan bulu di rumah. Lebih kangen piaraan ketimbang kedua orangtuanya (ngekek). Jadilah rencana yang sudah disusun klop sesuai harapan. Suami diantarkan dulu ke kampus ITB di Jl. Ganesha, lalu saya dan si bungsu melanglang buana ke PVJ Mall dengan tujuan menunggu waktu check-in sekaligus makan siang dan window shopping. Kalau ditilik lewat peta sih salah satu pertokoan yang besar ini tidak jauh dari Kollektiv Hotel. Setidaknya jalur menuju hotel tidak ribet untuk digapai dari PVJ Mall.
Tentang Bandung : Bakmi Ayam dan Bakso Goreng Anugerah. Kuliner Kaya Rasa dari GOR Pajajaran Bandung.
Mengagumi Fasad dan Bangunan Kollektiv Hotel Bandung
Usai mengantarkan suami ke kampus Ganesha, sayang langsung menyalakan Google Maps, mencari arah menuju PVJ. Ternyata tidak seribet yang saya kira karena saya sudah beberapa kali berkunjung ke PVJ Mall dari tol Pasteur. Seperti yang sudah diduga, terlihat beberapa titik kemacetan yang disebabkan oleh hujan yang mulai seru menimpa kota Bandung sepagian itu. Pagi hari weekend yang sejujurnya lebih nyaman dinikmati dengan mengukur kasur.
Hujan menjadi semakin deras saat saya meninggalkan PVJ Mall. Sayapun harus bergulat dengan bumper to bumper traffic jam meski sesungguhnya, jika lalu lintas normal, hanya butuh tak lebih dari 15 menit berkendara untuk mencapai Kollektiv hotel.
Beruntungnya adalah saya tidak sendiri. Diantara kemacetan yang membuat mobil sulit bergerak, saya menyempatkan diri untuk melakukan deep talk dengan si bungsu. Khususnya tentang perkuliahan yang sedang berlangsung dan mengingatkan putri saya ini agar much aware tentang pentingnya dunia akademis. Saya pun berbagi pengalaman tentang umrah yang baru saja dilewatkan di pertengahan Agustus 2023. Khususnya tentang banyak peristiwa yang sangat berkesan yang sempat saya alami selama 12 hari berada di Madinah dan Mekkah. Tentu saja dengan harapan bahwa lewat tutur kata yang saya berikan, dia dan kakaknya, akan menanam semangat dan keinginan agar bisa juga menjadi tamu di rumah Allah Swt di masa yang akan datang.
Hingga tak terasa, meski terjebak hampir satu jam di dalam mobil yang dikepung sebagian besar oleh motor, bangunan kotak hitam, abu-abu, dan kuning mulai terlihat dari kejauhan. Google maps pun kemudian bernyanyi riang menyatakan bahwa tujuan kami tinggal 200 meter-an lagi. Fasad bangunannya terlihat seperti tumpukan kotak yang terpotong-potong dalam bentuk patahan dan container besi 40 feet yang biasa berada di bahu sebuah truk besar. Sebuah arsitektur yang atraktif dan tampak beda dari biasanya. Signage huruf bertuliskan nama hotel tidak gampang terlihat dari kejauhan karena tertutup pepohonan yang berada di dekatnya. Jadi jika kita mencari hotel ini sembari nyetir, identifikasi termudah adalah warna kuning mentereng yang menempel pada container.
Tentang Bandung : Semalam Berlimpah Kesan di POP Hotels Festival Citylink Bandung
Area parkir mulai tampak berdesakan saat saya melipir. Ukurannya memang tidak terlalu besar. Kepada petugas yang sedang berjaga saya menginformasikan bahwa saya tamu hotel agar mereka mengijinkan saya meletakkan mobil sementara sembari menurunkan beberapa koper serta barang bawaan. Petugas pun kemudian sigap membantu saya sembari meminta kunci mobil.
“Ibu check in aja. Nanti barang-barangnya saya bawa ke atas. Mobil akan saya parkirkan setelah itu,” penjelasan petugas ini sungguh melegakan hati.
Saya menebarkan pandangan ke halaman depan ini. Dari tempat dimana mobil saya terparkir sementara, saya harus mendangak agar bisa melihat sisi tertinggi bangunan. Konsep container lebih jelas terlihat. Satu hal yang banyak diulas oleh mereka yang pernah menginap. Tak jauh dari tempat saya berdiri, ada jalan setapak yang sedikit menanjak untuk mencapai pintu masuk. Di salah satu sisi terbuka ada sebuah patio besar yang dilindungi oleh banyak pepohonan dan tanaman. Terlihat juga puluhan tempat duduk dan meja-meja yang terlihat nyaman banget buat menyambut pagi atau menunggu matahari terbenam sambil menyeruput kopi, teh dan mengunyah apa saja yang menghibur indera pengecap kita.
Jalan setapak meliuk pun bersambung hingga kita dipertemukan dengan sebuah rumah kaca berdinding kayu putih. Saya membayangkan berteduh di pondokan ini sembari membaca atau bekerja. Menyaksikan rintik hujan menyentuh langit kaca itu sepertinya asik juga. Sembari ngopi pastinya. Menggenggam cangkir hangat pasti bisa membangkitkan banyak ide apabila saat itu pekerja (baca: kuli) tinta seperti saya berada di sana. Aaahh saya tetiba kangen laptop yang tertinggal di rumah.
Di sisi yang berbeda, sebuah pintu masuk terlihat. Saya melangkah dan menemukan bar yang sedang sibuk melayani tetamu. No wonder. Dengan suasana adem diantara rintik hujan yang belum mau berhenti, memesan minuman hangat jadi kegiatan yang terlalu seru untuk dilewatkan.
Saya sempat bingung mencari meja receptionist karena di lantai dasar hotel ini hanya terlihat sebuah ruangan tanpa sekat yang luas dan lega serta hamparan tempat duduk dan sofa. Semua terlihat begitu comfortable dengan berbagai furniture dan pernak-pernik hiasan dalam ruang yang cantik dan begitu tertata. Hara Cafe & Resto namanya.
Di satu titik, berdekatan dengan lift, ada sebuah taman kecil yang membiarkan beberapa batang pohon tumbuh tinggi menjulang. Kollektiv hotel juga menyediakan beberapa ruang dengan meja panjang yang dikelilingi oleh kursi kerja. Tempat yang diperuntukkan bagi pertemuan-pertemuan kecil atau function rooms mini event karena di sampingnya terlihat dinding kayu lipat yang bisa ditarik untuk menutup ruangan. Semuanya terhidang sangat tertata apik, rapi, dan bersih.
Saya mendadak merasakan berada di dalam sebuah rumah seorang sultan ketimbang di lobby hotel. Rumah yang pemiliknya memiliki investasi senilai ratusan milyar bahkan mungkin belasan trilyun.
Seorang petugas wanita kemudian menyapa dengan ramah lalu mengarahkan saya dimana letak petugas penerimaan tamu. Ternyata hanya berupa working space kecil yang bergabung dengan kasir dari deretan bar tadi.
Tentang Bandung : Sensasi Makan Tanpa Piring di Rumah Makan Alas Daun Bandung
Kamar yang Menghadirkan Ketentraman dan Bikin Betah
Sebuah compact and tight lift menghantarkan saya dan si bungsu menuju lantai dua. Mengantarkan saya pada sebuah pemandangan unik yang langsung menyergap netra.
Dengan continuous terrace berpijakan semen dan berpagar besi serta rangkaian tanaman gantung, terlhat deretan kamar dengan pintu dan dinding yang menggunakan tampak luar container sebagai materi utama, pemandangan sisi luar kamar terlihat estetik. Masing-masing kamar bersisian dan berseberangan tanpa pembatas. Yang terlihat hanyalah space terbuka layaknya kost exclusive di seputaran Jakarta Selatan yang pernah saya lihat fotonya di media sosial.
Kekaguman saya kemudian bersambung saat saya masuk ke dalam kamar. Terlihat sebuah ruang tidur dengan konsep tipe apartment studio yang lengang dengan dua dinding kaca yang persis berada di atas pondokan kaca dan patio yang saya lewati tadi. Sungguh suatu rancangan bijak yang saya sukai dari Kollektiv Hotel.
Di dalam kamar ini tersedia twin bed yang salah satunya berukuran Queen. Sebuah sofa panjang yang bisa dijadikan tempat tidur ke-3, dua dudukan rotan dan sebuah meja kecil yang menghadap ke arah dinding yang sudah dipasangi TV. Di dekat pintu masuk tadi ada lemari kecil terbuka untuk menggantung baju dan meletakkan koper, sementara di sisi lainnya ada wastafel lengkap dengan amenities yang disediakan Kollektiv hotel secara gratis.
Yang membuat saya terkesan juga adalah tentang pengaturan atau pemisahan bilik antara shower dan toilet. Bilik berpintu kaca yang sudah dipasang stiker buram dengan lantai lebih rendah dari pintunya agar air tidak becek membasahi kamar.
Pencahayaan di dalam ruang ini dibuat tidak dominan karena cahaya sudah berkelimpahan dari dinding kaca kamar. Subuh saat mentari masih malu-malu bersinar, saya sengaja membuka horden tebal terbuka total dengan vitrase dalam kondisi setengah terbuka. Tampak sebuah pohon besar yang masih basah dan bergoyang-goyang tertiup angin pagi yang tampak dingin menyerbu tubuh. Untuk yang terakhir ini dikonfirmasi oleh suami yang memutuskan untuk mencari sarapan sembari olga.
Saya mendadak berharap kamar yang saya sewa semalam ini memiliki teras. Ah seandainya ada ya. Pasti asik banget menghabiskan beberapa jenak me time di sini. Menginap semalam bahkan lebih tentunya bakal bikin betah. Bikin enggan pergi kemana-mana karena asupan kenyamanan yang sangat saya rasakan.
Tentang Bandung : Beranjangsana ke Padamu Negeri. Resto Rooftop Estetik di Dago Bandung
Sarapan Umami yang Sederhana
Selesai subuh saya berusaha mencari bukaan jendela lalu mematikan AC. Tapi ternyata saya tidak berhasil menemukan pengaitnya. Saya kemudian menggeret salah satu bangku besi ke pinggir jendela kaca yang bersebelahan dengan kasur yang semalam saya gunakan. Seperti yang biasa saya lakukan, setelah subuh saya biasanya membaca hingga pagi menjelang atau saatnya sarapan.
Terdengar dentingan halus piring dan gelas dari lantai dasar serta meja-meja yang digeser untuk persiapan sarapan. Penasaran, saya kemudian keluar kamar dan melihat kesibukan-kesibukan tersebut dari teras depan kamar. Meja khusus sajian serba mie instan berada persis di bawah kamar yang saya tempati. Didihan air tampak menghadirkan asap yang melenggak-lenggok menyertai tumpukan mie instan, sayuran, potongan daun seledri, daun bawang, bawang goreng, sambal merah, dan berpuluh-puluh telor di samping sebuah wajan besar. Saya tersenyum dalam hati. Si bungsu pasti bersorak gembira jika melihat pilihan makan pagi ini.
Begitupun saya. Setelah sekian minggu tidak menyentuh mie instan, wangi kuah yang sudah ditambahi kaldu itu merangsek ke hidung tanpa permisi. Apalagi kemudian saya sempat mengintip seorang petugas membuatkan sebungkus mie tersebut untuk seorang tamu. Sembari menunggu mie matang, dia memproses ceplok rebus dan beberapa lembar sayuran hijau di wajan yang terpisah. Tangannya lalu cekatan memotong bungkus bumbu. Wangi MSG pun langsung menyeruak. Alamak. Saya langsung terjebak pada selera yang tak tertahankan.
Saya bergegas masuk kamar, membangunkan si bungsu dan berbisik bahwa ada sajian mie instan untuk sarapan. Rangkaian kalimat jitu yang membuat si bungsu melonjak semangat. Saya mengedip-ngedipkan mata sebelum akhirnya bersegera mandi, melupakan nawaitu untuk menyelesaikan membaca buku yang saya bawa.
Mie instan ternyata sudah mengacaukan ketenangan pagi itu.
Tak apalah. Mie instan yang sudah menari-nari di depan mata was actually my guilty pleasure. Alasan!! Tapi bener loh. Kenapa ya mie instan buatan orang lain atau warung itu selalu terasa lebih enak ketimbang yang dibikin sendiri?
Tentang Bandung : Patra Bandung Mengajak Kami Kembali
Beberapa menit kemudian, setelah berpakaian rapi dan sopan, saya dan si bungsu sudah menjejak area khusus pembuatan mie instan. Senyum semringah hadir di wajah kami berdua yang langsung memesan dua mangkok. Setelah yakin pesanan kami tercatat diantara antrian yang panjang, barulah saya berpindah ke meja penghidang lainnya.
Seperti biasa ada pilihan American Breakfast, menu harian Indonesia, dan sereal yang selalu berdampingan dengan susu. Pilihannya tidak banyak. Tapi cukuplah untuk hotel bintang 3. Plating dan peralatan makannya pun sederhana aja. Praktis dan tidak terlalu dihiasi oleh ornamen atau hiasan meja yang biasa kita lihat di hotel-hotel yang lebih berkelas.
Selain dua mangkok mie instan goreng dengan telor ceplok rebus, saya memutuskan untuk mengambil bubur ayam, sementara si bungsu mengambil cereal, salad sayur lengkap dengan sosis dan kentang goreng. Sebenarnya ada nasi dan mie goreng (kalau tidak salah ingat), tapi saya memutuskan untuk mengganti karbo dengan roti tawar bakar, keju oles, dan omelette. Rangkaian menu terakhir saya angkut ke luar dan meneruskan sarapan dengan duduk di area patio. Sarapan episode terakhir ini menjadi semakin sempurna saat secangkir kopi hangat saya nikmati di bawah mentari pagi yang menyehatkan.
Sungguh suatu kenikmatan dunia yang tak terbantahkan.
Tentang Menginap di Hotel : Etika Sarapan di Hotel yang Wajib Kita Ketahui
Kesan Pribadi untuk Kollektiv Hotel Bandung
Saat pertama menginjakkan kaki di halaman hotel, saya tak percaya bahwa Kollektiv hotel adalah akomodasi bintang 3. Dari kemegahan dan estetika fisik bangunan, secara visual, tampak seperti bintang 4. Atau setidak berada di level itu. Bahkan hingga masuk ke dalam kamar, kesan “lebih dari bintang 3” itu masih terasa. Pernah bahkan di beberapa hotel bintang 4 di daerah, kualitas kamarnya masih di bawah kamar yang saya pesan di hotel yang unik ini. Gak hanya soal penataan dan amenities tapi juga memandang kualitas kebersihan serta unsur estetika yang lahir dari interior design nya.
Raihan kualifikasi bintang itu baru terasa, saat kita bicara soal fasilitas. Sependek pengetahuan saya, akomodasi bintang 4 harus memiliki berbagai fasilitas umum seperti kolam renang, huge lounge, minimum memiliki 50 buah kamar standard seluas 24m2, dan 3 kamar suite dengan luas minimum 48m2. Persayaratan lainnya adalah mobilitas yang mudah bagi penginap, ketersediaan mobil antar jemput, ketersediaan air bersih yang memadai, fasilitas air panas, telepon, TV dan jaringan wifi. Ada beberapa yang memang sudah terpenuhi. Tapi mengingat luas area hotel Kollektiv ini sendiri, ada beberapa hal yang tidak bisa tersediakan.
Tapi meskipun bercokol di bintang 3, saya bisa mereferensikan Kollktiv hotel sebagai akomodasi yang highly recommended selama berlibur atau berada di Bandung.
Di malam minggu, saat kami menginap, saya, suami, dan si bungsu melakukan eksplorasi singkat untuk mencari tempat makan malam yang asik. Ternyata banyak sekali pilihannya. Mulai dari masakan serba Indonesia maupun yang cukup merogoh kocek lebih dalam.
Sepulang dari makan malam dan saat menjelang tidur, saya cukup dikagetkan dengan suara live music yang ada di lantai dasar. Waktu sudah menginjak pkl. 22:00wib saat musik tersebut benar-benar berakhir. Sepertinya pihak Kollektiv hotel wajib mempertimbangkan hal ini. Karena antara lantai dasar dan kamar tidak dibatasi oleh dinding apapun, suara ini tembus hingga ke dalam kamar. Kebayang ya betapa tidak nyamannya suara band (menyanyikan lagu rock pulak) bagi mereka yang tidurnya awal atau bayi serta anak kecil. Mudah-mudahan ini menjadi masukan untuk management.
Overall dari semua yang bikin betah menginap di Kollektiv hotel adalah tentang kamarnya yang homy. Berada di dalam kamar tuh nyaman sekali. Cahaya cukup dengan fasilitas entertainment yang bikin kita malas untuk beranjak ke luar kamar. Leyeh-leyeh di sofa sembari nonton film juga asik. Ada bantalan sofa yang bisa menyamankan kepala, pinggang, dan kaki. Ukuran kamarnya lumayan luas. Jadi kita bisa merasakan kelegaan yang teramat sangat. Apalagi kemudian ada dinding kaca yang panjang dan lebarnya grande. Kita bisa menikmati nuansa luar ruang tanpa harus merasa “terkurung” oleh luasnya tempat menginap.
Ada banyak sudut istagenic di luar/teras hotel, di dalam banyak ruangan, serta lahan terbuka, yang bisa meramaikan lini media sosial kita. Ini juga yang menjadi salah satu kondisi yang membuat Kollektiv hotel cocok untuk menjadi studio mini dan surga bagi penggemar dunia photography. Saya sangat merasakan itu.
Saat berada di tempat yang jauh dari rumah, khususnya menginap, saya terkadang bahkan sering membawa beberapa hal yang menjadi hobi saya. Seperti buku dan peralatan serta kelengkapan untuk membuat handmade jewelry yang sudah belasan tahun saya geluti. Tujuannya adalah dalam rangka mengatasi rasa bosan yang terkadang muncul dalam perjalanan tersebut atau saat berada di rumah. Maria Tanjung Sari, sahabat blogger Surabaya yang menuliskan artikel ini, memberikan beberapa strategi jitu agar kebosanan tersebut tidak terjadi pada kita.
Wah, saya inget banget pernah deh kayanya lewat depan hotel ini waktu muter2 bandung malam2 .
Tapi karena malam, jadi kurang jelas fasadnya.
Ternyata secakep ini, padahal bintang 3 tapi kamarnya kayak grade di atasnya.
Nyaman dengan warna kalem dan cukup luas juga. Penataanya apik, ngga ada ruang kosong sia2 dan ngga sempit pula.
Taman gantungnya itu juga cantik kali, jadi mata seger liatnya, deh.
Palagi kalo tamannya di depan jendela kamar, buka mata liat yang ijo2 jadi bikin pagi makin seger.
Next kalo ke Bandung, nyobain nginep kesini ah,,,makasi Bu rekomendasinya :)
Betah banget berada di sini Ci. Nyaman, bersih, dengan fasilitas yang baik. Untuk hotel bintang 3, udah lewatlah kualifikasinya. Lebih dari bintang 3 itu sendiri. Saya aja pengen balik lagi. Selesa luar biasa vibes dan atmospherenya.
Mpo suka sama foto sarapannya terutama sosis, kentang, salad yang diatur secara rapi dan apik kaya membentuk pola. Walaupun hotel bintang 3 yang penting memberikan kenyamanan bagi penghuni hotel
Tampak asri ya hotelnya, kamarnya juga terlihat nyaman. Sekeluargaku belum ditetapkan sih nih kita mau liburan kemana klo pilihan destinasi Bandung cobain stay disini aah🤩
Patut dicoba Mbak Emma. Worth staying banget di sini.
Sesuai pengalaman saya yang beberapakali ke Bandung, dijamin ga nyasar Mbak. Soalnya tinggal bertanya, terus pas mau Pulang naik ojek hehehe. Kalau dekat alun-alun naik bandros saja.
Dan tempat menginapnya ini keren sekali Mbak. Suasananya nyaman. Itu makanannya juga dari foto terlihat enak-enak.
Hahahaha iya Mas Bambang. Naik ojek di kota yang serba padat memang solutif banget. Mudah bergeraknya.
baru tau tentang Kollektiv Hotel, padahal sering banget wara wiri muterin PVJ
catet ah, untuk rekomendasi teman yang cari penginapan dekat PVJ
karena setuju banget, pilih penginapan dekat pusat belanja/kawasan komersial agar mudah kulineran dan window shopping
Kapan2 cobain nginep di sini Mbak. Highly recommended pokoknya.
Sebagai plant lover sejati, aku paling suka deh nginap di hotel yang eksteriornya banyak tanamannya. Biasanya habis sarapan, jalan-jalan bareng istri sambil ngeja tanaman, oh ini tanaman ID nya ini, perawatannya harus begini, dst. Kadang kalau ada tanaman langka yang harganya mehong, pinginnya nybut seakar-akarnya, trus ditanam di rumha, hehehe…
Benerah deh ini, hotel bintang 3 tapi kamarnya selayaknya bintag 4…
KAlau stay di BAndung, keknya harus pilih Kollektiv Hotel Bandung deh untuk menginap…
MAkasih ya Mbak Annie…. Foto-fotonya tetap numero uno….
Wah wah waahhh cocok ini buat plant lover. Seharian bisa habis waktu untuk mengamati tanaman2 yang ada di seputaran hotel. Apalagi nuansa sejuk khas nya Bandung tuh masih bisa dirasakan di area Sukasari, tempat Kollektiv Hotel berada. Recommended pokoknya Mas. Banyak tempat makan yang enak, mini market, pedagang jajanan, dan PVJ (mall hits di Bandung).
Sempat nggak percaya kalau pakai konsep kontainer soalnya cakep banget Mba. Area outdoor dan indoornya juga adem gitu, pasti nyaman sekali untuk istirahat, staycation atau sambil kerja. Kamarnya juga luas, nyaman gitu. Mba Annie, boleh dong kasih saran biar dapat penginapan nyaman saat mau memutuskan menginap untuk pertama kalinya? Menurut pengalaman Mba, soalnya ngikuti cerita Mba Annie tiap milih hotel gitu mesti cakep plus nyaman..^^
Harus rajin menjelajah review pengunjung Mbak Cindi. Kalau kita sering menginap di banyak hotel dengan rate yang beragam, biasanya insting penilaian kita pun berjalan dengan semestinya. Perhatikan juga foto-foto yang dihadirkan oleh pengunjung bukan yang disajikan oleh hote/pengingapan. Pokoknya harus teliti menelusur ulasan2 organik aja.
Nah iya kak kamarnya ini yang bikin mupeng bisa luas gitu.
Keknya pas mau checkout bakalan enggan nih buat beranjak ya haha
Stay di hotel seperti ini pastinya bakalan betah banget. Membaca tulisan ini kangsung ngebayangin sta di sana, menikmati menu yang beragam, menikmati suasana yang tenang
Kalau udah instagenic gitu tambah bahagia deh menginap di sana karena bisa sekalian pepotoan.
Terlebih lagi menu sarapannya juga menggugah dan betahnya berada di kamar
INi aku belum pernah..
Lucu banget interiornya ya, ka Annie.
Bikin betah dan hotelnya kekinian sekali. BUkan karena di Bandungnya, tapi karena suasananya nyaman, berasa sejuk banget nongs di cafenya.
Bisa nih buat nongs di cafe-nya doank.. hihihi..
Betul. Tempatnya asik buat kumpul keluarga atau bikin acara2 kecil yang penuh keakraban dengan undangan terbatas.
Jadi kalau ke Kollektiv Hotel ini aslinya bikin tambah akrab ya..
Suasana hommie dan view yang menyajikan keindahan kota Bandung.
Cocok juga buat meeting point sama sahabat atau keluarga.
Betah dong nginep di Kollektiv Hotel Bandung…Siapa yang gak betah coba, tempatnya nyaman, fasilitas lengkap, bersih dan juga estetik. Soal foto-foto mah kak Annie juaranya. Suka dengan ulasannya yang udah kubaca…mengalir tulisannya, kagum banget…keren…makasih ya jadi inspirasi bagi saya selama ini.
Makasih untuk complimentnya Mas Wahid. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Cateeet dlu aah, kapan2 klo ke Bandung mau coba nginep disini. Dri luar bener2 unik, tpi kamarnya homey skali yaa. Menu2 sarapannya jga bikin ngiler
Seneng bacanya, Mbak Annie punya kebiasaan deep talk bareng ananda di sela-sela waktu
jadinya bisa saling tahu dan saling percaya walau berjauhan
kulinernya bikin penasaran, seperti apa menu khas Sundanya
apakah ada nasi kuning, serabi dan menu khas Sunda lainnya
Sayangnya gak ada menu ala Sunda untuk sarapannya Mbak. Sebagian besar menu adalah sarapan rumahan. Light dan tidak berbumbu pekat.
Aku pernah ke Bandung, cuma memang nggak puas sama tempat nginapnya. Karena bukan aku sendiri yang cari. Mungkin di kunjungan berikutnya, aku akan mencoba menginak di Kollektiv Hotel dah. Kok rasanya menyenangkan dan menenangkan sekali nginap di sini.
Kapan2 cobain Kollektiv Hotel ini Mbak Yuni. Worth staying menurut saya.
Wuih membaca di bawah rindangnya pepohonan. Teduh banget ya mbak kayaknya. Patut dicoba ini Kollektiv Hotel Bandung.
Iya Mas Adi. Apalagi ada sinar matahari pagi yang menyehatkan. Duduk manis sembari ngopi dan ngemil asik banget rasanya
Dari awal baca hingga akhir begitu melihat lokasinya rimbun dan lebih dominan hijau hijaunya langsung deh merasa betah
Sajian makanan juga begitu melimpah dan menggugah selera. Kalau soal foto aih itu sih profesional nya Mba Ani aja ya yg emang Perfect dalam dunia fotografi
Di patio tempat saya duduk di luar tuh asik banget Teh Okti. Apalagi sembari menikmati mentari pagi yang kaya vitamin D untuk kulit dan kesehatan tubuh.
Tapi saya sama kayak anaknya teh Annie, kalau pulang ke rumah tuh lebih kangen ke anak bulu daripada ortu (kangen juga sih sama Mama kalau dulu, tapi gengsi bilangnya kalau saya mah). Ya ampun kollektiv hotel dari luarnya udah aestetik memanjakan mata, tambah ke dalam, ke kamarnya juga aestetik. Keliatan nyaman banget dan kayaknya saya setuju sama teh Annie, hotelnya lebih dari bintang 3.
Hahahahaha. Saya pun kalau habis traveling, pulang ke rumah nyarinya ya si anak-anak bulu. Dari tiga yang saya rawat, ada satu yang memang lengket dengan saya. Jadi saat saya pulang, dia juga excited banget menyambut.
Bener Mbak. Kollektiv hotel ini meski bintang 3, kenyamanan dan estetika rancang ruangnya apik banget. Saya puas banget tinggal di dalam kamarnya. Berasa di sebuah apartemen tipe studio yang hangat dan nyaman. Kayaknya saya bakalan betah nginap di sini berhari-hari
Tulisan kak Annie Nugraha yang saya baca sangat mengalir, kunci story telling yang memukau..btw, keren sekali ya Kollektiv Hotel Bandung berbintang 3, cukup berkelas. Sajian menunya sangat bergizi dan enak-enak. Tata ruang yang indah sekali, sangat pas memang untuk me time, dll.
Terima kasih untuk complimentnya Mas Wahid. Semoga tulisan ini bisa jadi referensi untuk siapapun yang mencari tempat menginap saat berkunjung ke Bandung.