Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita

“Melestarikan eksistensi budaya nasional sesungguhnya adalah tugas kita bersama. Tindakan nyata yang kita lakukan bisa bermacam-macam wujudnya. Salah satunya adalah dengan mengabadikannya melalui tulisan yang bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi siapa pun yang membacanya. Pondok Antologi Penulis Indonesia (PAPI) bersama beberapa blogger dan penulis Indonesia memutuskan untuk mengambil langkah ini. Menampilkan beberapa kekayaan budaya nusantara dari berbagai daerah kemudian melahirkan buku antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita. Semoga buku ini bisa menjadi salah satu warisan literasi yang terus bergema tanpa henti.” (Blurb – antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita)

Keputusan dan Langkah yang Tak Mudah

Blurb. Rangkaian kalimat yang adalah jaket dari seluruh isi buku tersebut di atas saya susun beberapa menit setelah keputusan untuk membuat buku antologi tentang budaya nusantara diambil. Dari sebuah diskusi dengan tim kecil yang beranggotakan beberapa blogger dan penulis yang bergabung di dalam komunitas Pondok Antologi Penulis Indonesia (PAPI), saya kemudian tergerak untuk mengelola sebuah tawaran – atau bisa disebut tantangan – agar antologi ke-4 ini dapat lahir dengan topik yang lebih greget dari biasanya. Dan itu adalah tentang budaya nusantara.

Sanggup? Harus dong.

Setelah melahirkan rangkaian buku antologi yang cenderung membahas tentang wisata (jelajah tempat dan kuliner), antologi ke-4 dengan premis yang lebih serius ternyata tidak gampang memunculkan minat. Bukan karena tak bisa atau tak mampu, tapi lebih disebabkan oleh semangat mengulas topik yang butuh konsentrasi lebih mendalam dari biasanya memang butuh effort yang mumpuni. Butuh banyak referensi bahkan mungkin melakukan riset kecil-kecilan. Dan kesabaran untuk melakukan hal ini ternyata melebihi setumpuk tisu.

Saya merasakan kesulitan yang dialami oleh rekan-rekan penulis dalam mengolah diksi khusus untuk budaya. Memang pada kenyataannya tidaklah gampang. Apalagi, sejauh yang saya pahami, tidak banyak blogger yang mau membahas soal budaya sebagai materi tulisan. Apalagi di saat yang sama PAPI mewajibkan semua penulis untuk menghadirkan satu foto real sebagai cover dari artikel yang dibuat.

Ini juga jadi catatan karena tidak semua – bahkan banyak – penulis atau blogger yang tidak menguasai dunia photography. Khususnya mereka yang jauh dari area/dunia traveling dan atau memang tidak memiliki minat (serius) pada dunia memotret.

Tapi tantangan dalam bentuk apa pun itu justru memecut semangat saya untuk berkarya meski harus berjalan tertatih-tatih.

Nyatanya tak mudah menghimpun penulis atau kontributor yang mau bergabung di buku antologi budaya ini. Berminggu-minggu yang mendaftar ikutan stuck di angka lima. Sedangkan saya butuh sekitar – minimum 15 orang – agar buku ini mencapai ketebalan atau jumlah halaman yang proporsional, sekitar 200an halaman. Bahkan sebisa mungkin menembus 300 halaman. Angka yang pas bagi seorang pembaca untuk mendapatkan serangkaian informasi yang terurai di dalam sebuah buku.

Alhamdulillah. Setelah berpromo kesana kemari mencari kontributor, akhirnya buku ini dipenuhi oleh sepuluh (10) orang penulis dengan beberapa diantaranya menyumbangkan lebih dari satu (1) tulisan.

Review Buku : Serunya Mengulas Tentang Kuliner Nusantara Lewat Buku Antologi Jelajah Kuliner Nusantara

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita
Aceh | Raihana Mahmud

Review Buku : Cerita di Balik Lahirnya Buku Ngelencer Yuk!!

Para Kontributor dan Artikel Mencinta Budaya dalam Buku Antologi Budaya Nusantara dalam Cerita

Setelah bergerilya selama 2 bulan lamanya, akhirnya terkumpul sepuluh (10) orang kontributor yang mengisi cerita indah di dalam buku antologi Budaya Nusantara dalam Cerita.

Moony Tan dengan tulisan berjudul “Pertunjukan Karawitan”. Lewat tulisannya Davetha dengan nama pena Moony Tan bercerita tentang masa-masa dimana dia mulai mengenai musik tradisional karawitan, mencintainya, hingga akhirnya tampil dalam sebuah pertunjukan bersama rekan-rekan sekolahnya. Saat menerima naskah Davetha, dada saya bergetar. Menyadari bagaimana seorang anak sekolah (SMP) begitu tertarik pada kesenian atau musik daerah dengan totalitas yang dia miliki. Dia tetap berjuang mempertahankan minatnya yang kuat akan karawitan meskipun sempat ditentang oleh orang tuanya.

Rifqy Faiza Rahman. Seorang penulis perjalanan yang menyelami makna kehidupan lewat berbagai gunung yang sudah dia taklukkan. Keindahan Rifqy dalam meramu kata dan kalimat memiliki daya magis tersendiri. Semua diolah layaknya puisi indah yang bisa kita nikmati tanpa jeda. Dan untuk buku ke-4 PAPI ini, Rifqy mempersembahkan sebuah tulisan yang berjudul “Kidung Sahaja Orang Gurangbunga.”

Saya kemudian teringat masa di mana Rifqy menjejak Tidore bersama saya dan beberapa orang blogger lainnya yang datang dari beberapa penjuru nusantara. Kami semua dilimpahkan dan dihujani dengan banyak sekali cerita yang sungguh berharga tentang wisata maupun tentang budaya turun temurun yang terpatri lestari di Tidore. Dan desa Gurabunga adalah satu diantara ribuan kisah tersebut. Dengan diksi yang ciamik, Rifqy menceritakan pengalamannya selama berada di Gurabunga. Berinteraksi dengan penduduk setempat dan memaknai kesahajaan yang menetap di desa tersebut.

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita
Gurabunga | Rifqy Faiza Rahman

Melengkapi tulisan tentang Tidore yang dihadirkan oleh Rifqy, saya kemudian menghadirkan artikel “Borero Gosemo : Pesan Leluhur dari Nenek Moyang Tidore”. Satu rangkaian dari ratusan kalimat yang termaktub dalam sebuah puisi legenda yang diwariskan oleh para pendahulu yang hidup di tanah Tidore. Borero Gosemo, yang biasa dibacakan pada saat-saat sakral seperti rangkaian perayaan ulang tahun Tidore, selalu menggema dari mulut Sultan Tidore. Saya mengajak publik – khususnya pembaca buku ini – untuk menyelami makna yang begitu dalam dari setiap kalimat yang terurai dalam puisi tersebut.

Jika saya dan Rifqy berbicara tentang budaya Tidore, Maluku Utara, Adjeng Laraswati dengan nama pena de Laras, menghadirkan budaya Tedhak Siten yang telah ratusan tahun dijalankan oleh masyarakat suku Jawa. Lewat upacara ini, keluarga menghaturkan doa berlimpah kebaikan dan mengajak anak bayi – yang berusia sekitar 7-8 bulan – untuk mengikuti satu upacara khusus yang menghubungkannya dengan presepsi masa depan. Lewat artikel “Tedhak Siten : Tradisi Adat Jawa Tapak Tanah” de Laras mengurai pengalaman pribadinya saat si sulung melakoni upacara adat ini. Banyak sekali pemahaman akan tradisi ini yang diurai manis oleh de Laras.

Kita kemudian diajak “terbang” oleh Ari Dian Aryono ke sebuah desa indah bernama Wae Rebo yang berada nun jauh di bagian timur nusantara. Melalui artikel yang berjudul “Wae Rebo. Pesona Desa Indah di Atas Awan” para pembaca diajak ikut berkelana, menyusur setiap langkah menuju Wae Rebo serta mengulas keindahan bangunan serta penataan desa. Ari juga dengan lugas menceritakan banyak kebiasaan baik yang ada di desa wisata yang berada di Manggarai, Nusa Tenggara Timur ini. Yang sedang menantikan rezeki waktu dan kesehatan untuk menginjakkan kaki di Wae Rebo seperti saya, wajib banget membaca rangkaian kalimat seru dari Ari.

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita
Wae Rebo | Ari Dian Aryono

Dari Wae Rebo kita berpindah ke Alor, Nusa Tenggara Timur dan Solo bersama Teguh Sudarisman. Guru menulis kisah perjalanan dan ayah dari dua orang putri ini, tentunya sudah tak diragukan lagi kualitas menulisnya. Lewat MasTeg – begitu saya terbiasa memanggilnya – saya pertama kali mengenal tentang traveling writing, blogging, dan menjadi blogger. Ilmu yang beliau tularkan di 2014 tersebut hingga sekarang menjadi jutaan manfaat bagi saya.

Kembali ke tema yang dihadirkan beliau di buku Budaya Nusantara Dalam Cerita, kita akan mengenal sekilas tentang wastra asli Alor lewat sebuah artikel berjudul “Terpikat Tenun Ikat Alor” Penggemar tenun wajib deh baca tulisan beliau di buku antologi ini. Pengalaman awal saat mengenal perajin tenun ikat ini, tertuangkan begitu seru, singkat, dan padat. Ada yang masih belum mengenal Alor sebagai penghasil tenun ikat yang berjaya di ranah wastra nusantara? Kuy. Kamu wajib banget baca uraian yang disampaikan oleh MasTeg ini.

Di artikel yang lain MasTeg menghadirkan “Solo Masih Menari” sebagai artikel ke-2 untuk buku antologi Budaya Nusantara dalam Cerita ini. Pertemuan beliau dengan seorang penari dan ikut menjejak kisah sebuah sanggar tari yang masih beroperasi di Solo, telah membawa jari jemari kreatifnya untuk mengisahkan kedua hal ini lewat sebuah karya tulis yang begitu mengesankan.

Dari tulisan-tulisan Teguh Sudarisman, buku antologi ini kemudian mengajak kita berkenalan dengan Daniel Silalahi. Putra dari Adjeng Laraswati (de Laras) ini mengungkapkan kebanggaannya sebagai putra daerah Batak. Tempat dan daerah di mana dia mendapatkan aliran darah suku Batak dari ayah kandungnya. Sebagai anak muda, generasi penerus bangsa, dengan keunikannya dan cara berpikirnya sendiri, Daniel menghadirkan sebuah artikel yang dia beri judul “Mengenal Budaya Batak Melalui Perspektif Anak Muda.”

Saat artikel ini menembus email dan saya baca dengan penuh rasa penasaran, tak berapa lama kekaguman itu pun bangkit. Bagaimana anak muda ini mengurai tentang penghargaannya atas leluhur yang begitu banyak warisan budaya yang dia serap sebagai anak Batak. Daniel juga mengajak kita untuk paham bahwa sejatinya apa yang dia rasakan sekarang – terutama saat mengikuti berbagai upacara adat Batak – adalah sebuah legacy yang dia dapatkan dari garis keturunan ayahnya. Dan dia (sangat) bangga akan itu.

Saya mendadak berharap dan bermimpi bertemu sekian banyak Daniel yang berasal berbagai provinsi di tanah air. Anak muda yang masih peduli pada akar dan garis keturunannya. Bangga akan ke-Indonesiaan-nya dan mau serta mampu menuliskan apa pun tentang jejak garis keturunannya, ke-suku-annya, tanpa pamrih. Sahabat saya, Adjeng Laraswati, tentunya merasakan hal yang sama.

Yuk sekarang mari kita lanjutkan dengan tiga (3) penulis lainnya, dimana dua (2) diantaranya adalah anggota baru keluarga besar PAPI.

Saya ingin mengenalkan Maya Surono dan Ika Patte. Masing-masing menghadirkan satu artikel yang mengulas tentang pengalaman pribadi yang mengantarkan mereka mengenal budaya nusantara.

Maya menceritakan bagaimana dia (sangat) mengagumi para pembatik. Kekaguman yang kemudian mengantarkannya pada sebuah alat membatik bernama canting. Satu hal yang kemudian menggiring Maya untuk memberikan judul “Eksotisme Canting” bagi artikelnya. Saya melamati apa yang Maya uraikan baris demi baris untuk menggambarkan canting lewat diksi yang dia tata. Kita pun diajak untuk lebih memahami batik, cara serta proses pembuatan batik, dan bagaimana canting sudah menjadi bagian penting dari proses pembuatan batik itu sendiri.

Berpindah ke seorang Ika Patte. Ibu tiga (3) orang anak yang menetap di Balikpapan ini adalah salah seorang penulis favorit saya. Kesibukannya dalam mengelola sebuah institusi kursus bahasa Inggris, ternyata tak membuatnya melupakan bakat menulis yang melekat pada dirinya. Untuk antologi Budaya Nusantara dalam Cerita ini, Ika menyumbangkan sebuah tulisan berjudul “Begalan: Tradisi Unik Asli Banyumas yang Sarat Nasihat Pernikahan.”

Dari sebuah upacara pernikahan, Ika mengurai apa itu Begalan dan bagaimana tradisi ini meninggalkan kesan yang begitu mendalam saat dia melaksanakan upacara pernikahannya 23 tahun yang lalu. Layaknya sebuah upacara yang sakral, kehadiran Begalan menambah makna ikatan yang tertaut. Saya sendiri, terus terang, baru mengetahui tentang Begalan dari apa yang ditulis oleh Ika. Prosesnya mirip dengan adat palang pintu yang diadakan dalam prosesi pernikahan adat Betawi.

Tapi meskipun disampaikan dalam bahasa daerah yang berbeda, tata cara yang juga berbeda, makna yang tersirat di dalam kedua prosesi adat ini mengandung banyak pesan yang sungguh mulia. Di sana terselip rangkaian doa tentang sebuah keluarga yang sakinah, mawahdah, dan warohmah bagi sang pengantin baru.

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita
Alor | Teguh Sudarisman

Sekarang perkenankan saya menghadirkan empat (4) tulisan saya yang turut hadir di buku antolog Budaya Nusantara dalam Cerita ini.

Jika di awal saya sudah menceritakan tentang Borero Gosimo, tiga (3) tulisan lainnya adalah tentang Nyak Mu, Krisma dan Tenun Bentenan, serta Gong Factory.

Nyak Mu adalah seorang legenda, pencipta, dan pelestari tenun songket Aceh. Kehadiran beliau di dunia wastra nusantara bukanlah perkara kecil. Nyak Mu pernah menerima penghargaan atau piala Kalpataru pada 1991, di zaman pemerintahan presiden Soeharto dan mencatatkan dirinya sebagai seorang penenun yang melahirkan sekian banyak generasi penerus lainnya, di hampir seluruh pelosok provinsi Aceh. Nama beliau bahkan disebut jelas oleh salah seorang peneliti tentang wastra nusantara dalam sebuah event yang saya hadiri di Museum Tekstil beberapa minggu yang lalu.

Semesta mengizinkan saya bertemu sang pewaris yang sekarang tinggal di desa Siem, Darussalam, Kabupaten Aceh Besar. Mengunjungi tempat tinggalnya yang masih terawat baik dan sekelompok ibu-ibu penenun yang tergabung dalam Rumah Tenun Kelompok Bungong Jeumpa. Betapa hati saya begitu bergetar saat menghabiskan waktu berjam-jam berbincang, bertukar pikiran, dan menampung banyak asa dengan sang pewaris. Saya pun menyempatkan diri melihat bagaimana para penenun membuat kain Songket dengan sebuah alat yang disebut sebagai ATKT (Alat Tenun Kaki Tangan). Alat tenun tradisional yang mengandalkan kekuatan kaki dan tangan secara bersamaan.

Tulisan saya berikutnya masih berhubungan dengan wastra. Tapi kali ini saya terbang ke Manado, Sulawesi Utara, lalu berbincang penuh kehangatan dengan Mark Sahuleka. Seorang anak muda yang memanggul tanggung jawab untuk mengelola outlet tenun Karisma yang berada di kota Manado. Mark dan keluarga besarnya tentunya akan menjadi legenda karena bertahun-tahun mereka menjadi pelestari, bekerja sama dengan para penenun di pelosok daerah Minahasa Utara, untuk melahirkan serta memasarkan kain Bentenan kepada dunia.

Tanggung jawab ini tentulah bukan perkara mudah bagi seorang Mark. Tapi dari berjam-jam kami mengobrol akrab, saya yakin Mark memiliki tekad yang kuat dan kapabilitas yang mumpuni untuk melestarikan wastra asli Minahasa Utara. Tempat kelahirannya. Tempat dimana leluhurnya hidup, berkarya, dan mengukir sejarah dalam dunia wastra.

Semoga kedua tulisan saya tersebut di atas, cukup untuk membuktikan betapa besar kecintaan saya atas wastra nusantara.

Tulisan saya terakhir adalah tentang Gong Factory. Sebuah usaha pembuatan gong secara tradisional di Bogor yang kondisinya sungguh memprihatinkan. Tergerus oleh efek Covid-19 yang berlangsung hampir tiga tahun dan semakin minimnya minat akan penggunaan gong, membuat usaha ini pelan-pelan terpuruk dan menjemput masa-masa akhirnya.

Tulisan awal dan black and white photography yang saya dapatkan dari Dudi Iskandar ini, membangkitkan kesadaran saya untuk berbagi cerita tentang mereka. Para pembuat dari keluarga marjinal ini akhirnya harus menyerah. Mereka mencoba mendapatkan rezeki sebagai penyambung hidup dari sumber penghasilan lainnya. Itu pun tentu saja dengan segala keterbatasan karena sebagian besar dari mereka tak mengenyam pendidikan tinggi yang layak untuk dijadikan modal dasar dalam mencari pekerjaan yang lebih baik.

Hati saya bagai tertusuk sembilu. Akankah seni budaya yang lahir dari sebuah gong akan berakhir dalam waktu dekat?

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita
Aceh | Annie Nugraha

Review Buku : Membindani Lahirnya Buku Antologi Aku dan Masa Lalu Bersama Pondok Antologi Penulis Indonesia

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita
Sulawesi Utara | Annie Nugraha

Buku Antologi yang Mencinta Budaya Nusantara

Saat semua naskah masuk, saya dan tim kecil dari Stiletto Indie Book – yang menjadi official publisher – dari buku antologi ini, bergegas melakukan proses editing, layouting, hingga proofreading. Tiga tingkatan proses yang tentu saja memakan waktu dan koordinasi yang tidak sedikit. Semua proses ini sempat tersendat karena qadarullah PIC dari proyek penulisan ini sempat sakit selama tiga minggu. Langkah-langkah tersebut terpaksa terhenti, diam dalam beberapa waktu.

Kelahiran buku ini pun sempat tersendat cukup lama meski sebagian besar perangkat pelengkap buku sudah saya kerjakan jauh-jauh hari. Diantaranya adalah cover buku (depan belakang), blurb, dan pembatas buku. Tapi saya yakin, diantara semua hambatan dan kesulitan yang ada, Sang Pencipta tentunya punya rencana indah. Apa yang dialami dan yang sudah terjadi pastilah yang terbaik untuk buku ini.

Yang pasti dengan semua yang sudah berproses berbulan-bulan, buku antologi Budaya Nusantara dalam Cerita yang lahir dari komunitas PAPI adalah serangkaian langkah-langkah nyata dari semua kontributor yang terlibat di dalamnya. Kami, bersepuluh, adalah pejuang literasi yang ingin agar mencinta budaya nusantara menjadi satu poin pemikiran yang terus lestari sepanjang hanyat.

Anda, para pembeli dan pembaca buku ini, adalah mereka yang berada di barisan kami. Orang-orang yang mencinta budaya nusantara tanpa syarat.

Ke-murahati-an pembeli dari setiap buku yang diterbitkan oleh PAPI, tentu saja membuat PAPI lebih bersemangat lagi melahirkan buku-buku yang semakin berkualitas dari masa ke masa. Izinkan kami – para pejuang literasi ini – melahirkan lebih banyak buku dengan beragam tema yang menarik di masa yang akan datang. Mengajak siapa pun untuk mencintai kegiatan membaca dan menulis serta menjadi bagian penting dari eksistensi kegiatan literasi tanah air tercinta.

Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita

Jika Anda adalah seorang penulis dan ingin mewujudkan karyanya dalam sebuah buku, yuk bergabung di komunitas Pondok Antologi Penulis Indonesia. Silahkan hubungi saya di 0811-108-582 atau email annie.nugraha@gmail.com.

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

27 thoughts on “Mencinta Budaya Lewat Buku Antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita”

  1. Sukaa deh sama foto pertama :)
    Warnanya merah berani
    Bangga banget pernah dan akan satu projek sama penulis2 idola dan berpengalaman.
    Kadang deg2an kadang minder tapi yakin dan harus percaya diri, heehee
    Sukses selalu Ibu…
    Usia ngga menghalangi untuk tetep kreatif dan berkarya.
    Semoga nanti begitu jua dengan tenaga dan fikiranku meski usia kian bertambah.
    Tak berhenti berkarya, Aamiin…

    Reply
    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga dengan menulis kita akan meninggalkan legacy bagi banyak orang ya Ci. Saya juga suka melihat tulisan-tulisan petualangan Suci di seputaran Sumatera Utara. Dan itu luar biasa. Apalagi untuk saya yang masih minim dengan pengalaman menembus tempat-tempat yang pelosok dan butuh kekuatan fisik untuk menjelajah.

  2. Sebenernya si saya tu ga terlalu peduli dengan budaya di tanah air, tapi setelah baca artikel ini malah benar-benar menggugah rasa cinta saya terhadap kekayaan budaya Indonesia. Saya jadi semakin tertarik untuk membaca buku ini dan memperdalam pengetahuan saya tentang keberagaman budaya kita. Sungguh mengagumkan ya Mba bagaimana cerita-cerita dalam buku ini dapat menghubungkan kita dengan warisan budaya yang begitu kaya dan beragam.

    Reply
  3. Buku antologi yang bagus nih kak kalo bahu membahu dibikin bareng2 dengan mereka yang paham tentang budaya. Sukses untuk bukunya, semoga bisa dinikmati banyak orang dan berkah.

    Reply
  4. Selamat mbak Annie, telah terbit lagi buku antologi. Kali ini khusus mewartakan tentang budaya Nusantara dalam cerita. Pastinya menuturkan perjuangan melestarikan budaya yang tergerus zaman bukan perkara mudah. Semoga yang membeli buku dan membacanya jadi tergugah untuk tetap menjaga agar warisan budaya ini tetap lestari.

    Reply
    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Misi melestarikan adalah bagian terpenting dari lahirnya buku antologi ini.

  5. Ini bukunya Keren Mbak. Jadi pembaca diajak bertualang juga ke berbagai daerah dengan cerita menarik masing-masing. Dan saya sebenarnya suka ngebolang Mbak. Saya ingin sekali menjelajah Indonesia. Hanya sayang belum diberi kesempatan dan dana hehehe. Jadi paling baru seputar wisata Kebumen dan sekitarnya. Semoga next saya bisa ikut menulis antologi ya, Mbak. Aamin.

    Reply
    • Bahkan lokasi terdekat pun sesungguhnya menyimpan banyak hal yang bisa diulas Mas Bambang. Semangat selalu Mas.

  6. Harus kuakui, budaya tuh bukan hal yang bisa menarik perhatian banyak orang. Setidaknya, kita harus benar-benar mengulas sesuatu yang unik dari setiap budaya yang kita incar. Kalau semisal hanya sama dengan kebanyakan informasi yang ada. Kan jadi berasa kurang gregetnya.

    Tapi, aku sendiri suka sih baca atau menonton sesuatu yang terinspirasi dari budaya. Sekalian mempelajari beragam budaya yang ada di Indonesia.

    Reply
    • Semoga dari rasa suka itu akan lahir semangat untuk menulis tentang budaya Mbak. Yuk bergabung dengan komunitas PAPI.

    • Iya Mbak. Ini juga dirasakan oleh beberapa penulis yang mundur maju untuk bergabung di antologi ini. Semoga kedepannya akan jauh lebih banyak blogger dan penulis yang berkenan bergabung di komunitas menulis ini.

  7. Waktu ide ini muncul di WAG Pondok antologi PenulisID

    auto pingin nulis budaya nusantara yang begitu banyak, tapi belum ada satu pun yang saya tulis

    challenging banget sebagai blogger

    semoga di tahun 2024 ini bisa melakukan riset dan menulis minimal satu tulisannya

    Reply
    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga suatu saat Mbak Maria tergerak untuk bergabung di rangkaian antologi PAPI. Ditunggu ya Mbak.

  8. Salut sama semangat Mbak Annie dan teman-teman dalam membuat antologi ini. Langkah yang baik yang patut dicontoh dalam melestarikan eksistensi budaya nasional. Semoga semakin banyak yang tertarik menuliskan, memotret, budaya-budaya lainnya yang pastinya ada banyak banget di Indonesia. Pun pastinya semoga antologi ini bisa dibaca banyak orang. Aamiiin.

    Reply
    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Saya menantikan partisipasi Mbak Andy dalam komunitas menulis saya Mbak. Diksi Mbak Andy selalu menarik dan indah untuk dibaca.

  9. Daku pernah jadi PIC antologi buku, kedapetan bagian proses editing itu aja udah sesuatu.. Dan yang bagian layouting hingga proofreading ke yang lain dan penerbitnya. Kudu ciamik untuk mengaturnya.

    Keren Bu Annie dan tim menyelesaikan antologi yang berkesan ini. Semoga menambah khasanah bacaan tentang budaya agar makin banyak yang tetinspirasi

    Reply
    • Rangkaian tugas “menata buku” yang gak main-main prosesnya. Saat buku ke-3 ini saya kerjakan, pikiran, perhatian, dan konsentrasinya sudah terlatih. InshaAllah jadi manfaat yang luar biasa buat saya pribadi Fen. Terimakasih untuk complimentnya.

  10. Di era modern seperti ini yang semuanya berjalan serba cepat, maka rasanya sulit sekali memberikan pemahaman mengenai budaya leluhur. Termasuk anak sekarang yang jarang sekali mau mewarisi dengan cara mempelajarinya. Dan kelahiran buku antologi Budaya Nusantara Dalam Cerita memberikan perspektif kekinian agar anak muda dan pembaca dari berbagai kalangan mau meniti kembali alur-alur budaya dalam sudut pandang masing-masing penulis.
    MashaAllaah~
    Barakallahu fiikum ka Annie dan sahabat penulis yang berhasil menerbitkan sebuah maha karya yang bisa dinikmati sepanjang masa.

    Reply
    • Semoga buku ini menjadi salah satu media pembelajaran tentang budaya tanah air bagi generasi penerus. Negeri kita yang kaya beserta kekayaan budaya yang ada di dalamnya jangan sampai terlupakan dan tergerus oleh masa, kemajuan teknologi, atau keengganan kita sendiri untuk menjaga kelestariannya.

  11. Buku antologinya bagus banget. Bisa menjadi media memperkenalkan budaya Indonesia. Pun dengan adanya buku ini, kita sebagai generasi penerus bangsa bisa paham dan membantu menjaga kelestarian budaya kita.

    Reply
    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. Semoga buku ini melahirkan manfaat bagi siapa pun yang membacanya.

    • Aamiin Yaa Rabbalalaamiin. InshaAllah bermanfaat. Saya yang harusnya berterimakasih karena Rifqy sudah berkenan berbagai sebuah tulisan yang sangat bermakna bagi buku ini.

  12. Aku suka dengan kain khas Nusantara karena coraknya itu unik dan juga dibuat dengan teliti dan telaten oleh para pengrajin jadi aku salut untuk yang tetap melestarikan kain khas Nusantara

    Reply

Leave a Comment