Qorin. Ngerinya Kejahatan Manusia Berkedok Agama

Qorin. Ngerinya Kejahatan Manusia Berkedok Agama
Icha. Salah seorang santri pesantren Rodiatul Jannah yang dikerjain oleh Ustaz Jaelani

Saya sudah mendengar dan membaca tentang film Qorin di awal Desember 2022. Saat itu salah seorang teman jurnalis mengabarkan bahwa ada sebuah film horor bertemakan ngerinya kejahatan manusia berkedok agama yang kualitasnya jempolan banget. Dia mereferensikan saya untuk menonton film ini karena tahu persis bahwa saya sangat menyukai karya sinema dengan genre thriller and suspend horror.

“Ntar gue kasih link thriller nya ya. Seru banget. Lo pasti suka deh,” begitu tegas teman ini.

Saya mengangguk sambil, terus terang, rada ragu dengan pernyataannya. Yup. Saya sangat menyukai film dengan penuh ketegangan tapi jarang sekali menemukan film horor tanah air yang menggugah level keseruan yang masuk dalam standard kualifikasi. Jadi, alih-alih nonton film ini di layar lebar, saya memutuskan untuk menunggu film ini dipinang oleh salah satu platform streaming yang berkualitas seperti Netflix.

Baca Juga : The Medium. Film Horor Supranatural yang Sangat Menegangkan

Fenomena Kejahatan Manusia Berkedok Agama

Saat Qorin ditayangkan secara nasional, negara kita sedang “diserang” oleh berbagai kejadian atau peristiwa kejahatan seksual berkedok agama. Semua hadir bagai fenomena yang menggetarkan jagat informasi dan lini berita. Publik terhenyak dan terpaku tanpa bisa mengelak.

Parahnya lagi kejahatan seksual ini, menurut laporan Komnas Perempuan, terjadi di dalam institusi pendidikan. Laporan yang tercatat sepanjang 2015 – 2020, 15% kejahatan jenis ini terjadi di pondok pesantren dan lembaga pendidikan yang berlandaskan agama Islam. Prosentasi yang menempatkan pesantren di posisi ke-2 setelah universitas. Sungguh ironis. Bayangkan bagaimana terkejutnya publik dan tentu saja orang tua yang menitipkan buah hatinya di pondok pesantren, saat harus menghadapi berita seperti ini.

Lewat beberapa tautan digital, saya mengetahui ada beberapa kasus kekerasan dan atau pelecehan seksual yang cukup menggemparkan di Indonesia. Kasus yang tentunya membuat rakyat sangat geram dan jadi apriori terhadap sistem pendidikan dan pengawasan untuk pesantren. Padahal di sisi yang lain publik berharap banyak bahwa dengan mengirimkan anak ke pondok pesantren akan melahirkan generasi-generasi yang lebih peduli akan pengembangan akhlak. Masa yang pas dimana kita sedang mengalami degradasi dan kemerosotan kualitas pemahaman akan perilaku terpuji di kalangan generasi milenial.

Diantara sekian banyak kasus yang kejahatan manusia berkedok agama yang sangat membuat saya geram adalah tentang Herry Wirawan. Predator seksual asal Bandung yang saat kejadian masih berusia 37 tahun ini tercatat sudah melakukan aksi bejatnya sejak 2016. Pemimpin Yayasan Manarul Huda dan pondok pesantren Madani Boarding School di Cibiru, Bandung ini, kemudian dihukum mati, dikenakan denda senilai Rp300.000.000,00 serta disita semua aset dan hartanya oleh Pengadilan Tinggi Bandung.

Beberapa daftar kejahatan yang membuatnya “pantas” menerima serangkaian hukuman ini adalah : melakukan kejahatan seksual, pencucian otak dan tekanan psikis kepada 13 orang santrinya secara brutal. Sembilan diantaranya hamil dan melahirkan, bahkan anak ke-9 lahir sehari sebelum Herry Wirawan ditangkap. Bayi-bayi ini dimanfaatkan dan diakui sebagai anak yatim piatu agar Herry bisa menggalang sumbangan dari masyarakat.

Korban tindakan bejat Herry Wirawan adalah anak-anak dari golongan kurang/tidak mampu secara finansial. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Herry Wirawan untuk memeras, mencuci otak korban sehingga tidak berdaya untuk melawan. Salah seorang diantaranya adalah sepupu dari istri Herry Wirawan.

Yang semakin memberatkan hukuman atas Herry Wirawan adalah penggelapan dana bantuan program Indonesia Pintar dalam wujud Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang terbukti digunakan untuk keperluan pribadi. Salah satunya adalah menggunakan dana tersebut untuk booking hotel untuk melakukan aksi bejatnya.

Sejak 2016 kasus ini terpendam hingga akhirnya pada 2021 salah seorang wali santri melaporkan Herry Wirawan ke polisi hingga akhirnya berujung pada penangkapan dan persidangan yang sangat menyita perhatian publik.

Saya menggigil saat mengikuti kasus ini hari per hari. Bahkan, terus terang, bolak balik istighfar saat menyaksikan liputan dan membaca banyak tulisan ketika proses persidangan berlangsung. Terutama saat pengungkapan banyak pembuktian oleh beberapa anggota tim penuntut umum dan para saksi selama sidang terjadi.

Ya Allah yang Maha Mulia. Ada gitu ya manusia bejat yang tega melakukan banyak hal di atas. Malunya lagi kok ya terjadi di pesantren.

Selain kasus Herry Wirawan, sebenarnya masih banyak lagi kejadian sejenis yang membuat publik sangat geram. Salah satunya adalah yang terjadi di Pondok Pesantren Al Djaliel 2 Jember. Pelakunya adalah Kiai M. Fahim Marwadi. Korbannya malah lebih banyak lagi. 15 orang santri. Kekerasan seksual yang dilakukan adalah dengan menyekap santri perempuan tersebut dalam sebuah kamar yang kuncinya menggunakan sidik jari. Kejadian ini kemudian masuk ke ranah pengadilan setelah istri sang Kiai melaporkan hal ini kepada pihak yang berwajib.

Ngeri banget ya.

Rangkaian kejahatan manusia berkedok agama seperti ini tuh sepatutnya lah mendapatkan perhatian lebih dari Kementrian Agama. Setidaknya melakukan “tindakan pencegahan” agar peristiwa melakukan ini tidak lagi terjadi. Salah satunya, mungkin, menurut pendapat saya, adalah melakukan pengawasan ketat atas operasional pesantren. Pesantren “tidak boleh tertutup”, terkesan eksklusif tanpa bisa disentuh, serta memberikan ruang agar institusi pendidikan jenis ini bisa diaudit dan diawasi oleh pemerintah. Meskipun yang memimpin adalah orang yang dihormati, pesantren sejatinya tak boleh “sulit ditembus”. Tentu saja dengan sebuah catatan penting tentang hak dan kewajiban antara pesantren dan Kementrian Agama juga Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, serta visi dan misi mulia untuk pendirian pesantren tersebut.

Baca Juga : Belajar Tata Krama dari Film KKN di Desa Penari

Qorin. Ngerinya Kejahatan Manusia Berkedok Agama
Icha, Zahra dan Gendhis. Tiga santri yang menjadi korban Ustaz Jaelani di film Qorin

Qorin dan Nafsu Bejat Manusia

Film berdurasi 109 menit dan genre horor ke-2 yang diproduksi oleh IDN Pictures ini, sudah melahirkan dan membangkitkan kengerian mulai dari 15 menit pertama cerita berlangsung.

Penonton langsung disuguhkan dengan situasi pesantren Rodiatul Jannah. Pesantren khusus perempuan yang ramai dengan penghuninya. Beberapa tokoh langsung diperkenalkan seperti Zahra (santri pemimpin angkatan tertinggi dan terkenal pintar), Gendhis dan Icha (teman sekamar Zahra). Lalu ada Umi Yana, pebimbing para santriwati, Ustaz Jaelani bersama Umi Hana (menantu dan anak pemilik pesantren). Kemudian tak lama dihadirkan juga Yolanda. Seorang santri baru dari Jakarta yang tampil rock and roll dengan kerudung yang melorot dan terlihat cuek habis.

Yolanda lalu ditempatkan di kamar yang sama dengan Zahra, Gendhis dan Ica. Kebersamaan mereka tak terjebak dalam friksi serius pada tahap awal. Zahra, Gendhis dan Icha menerima Yolanda apa adanya.

Ketegangan mulai dirasakan saat Ustaz Jaelani meminta semua santri tingkat akhir untuk menyiapkan diri mengikuti ujian praktek memanggil Qorin. Salah satu ujian praktek yang menentukan kelulusan para santriwati. Agar ujian ini terlaksana dengan baik, Ustaz Jaelani meminta para santriwati untuk mengumpulkan potongan kuku dan potongan rambut kemudian diikat di dalam kain kafan kecil. Bungkusan inilah yang menjadi prasyarat dilaksanakannya pemanggilan jin Qorin.

Malam dengan hujan deras pun menjadi titik awal dari proses pemanggilan jin Qorin ini. Semua santriwati tampak gemetar ketakutan saat mengumpulkan bungkusan di atas dalam sebuah lubang kecil. Terlihat sekali dalam adegan ini, Ustaz Jaelani tampak dominan, menjadi orang yang ditakuti dengan sorot mata tajam. Secara kasat mata sangat terlihat bahwa Ustaz Jaelani memiliki tujuan tertentu yang konsisten ditampilkan di awal-awal film diputar.

Saya langsung bergidik.

Memang di malam inaugurasi itu jin Qorin tidak langsung dihadirkan tapi eksistensinya pelan-pelan bangkit lewat beberapa adegan yang bikin kita merinding.

Kehadiran jin Qorin yang menyerupai para santriwati satu persatu mulai dimunculkan. Di dalam toilet, di saat santriwati salat di masjid, bahkan hingga menimbulkan kerasukan massal yang tidak bisa terhindarkan.

Baca Juga : A Fall From Grace. Tragedi Dari Cinta yang Tergesa-gesa

Qorin. Ngerinya Kejahatan Manusia Berkedok Agama
Ustaz Jaelani yang terus mencuci otak Zahra agar tetap nurut pada kemauannya. Selalu patuh sebagai wujud dari bakti Zahra kepada Ustaz Jaelani sebagai mursyid dari semua santriwati yang ada di pesantren Rodiatul Jannah

Baca Juga : Menyaksikan Kisah Suram Perjalanan Hidup Alvin Russel di The Devil All The Time

Nafsu bejat Ustaz Jaelani pun perlahan terbongkar satu persatu.

Mulai dari dia menyekap bahkan memasung beberapa santriwati yang dilaporkan hilang. Bagaimana kemudian terungkap perlakuan kejahatan seksual sang Ustaz terhadap Icha dan Zahra serta apa yang sudah dilakukannya kepada Ustaz Kiai Mustofa, mertuanya, yang sesungguhnya adalah pemilik dari pesantren Rodiatul Jannah. Semua ini berkat bantuan Yolanda yang sempat merekam beberapa kejadian tak bermoral lewat kamera HP nya. Bukti otentik yang kemudian diberikan kepada Umi Yana.

Satu hal yang membuat nuansa semakin mencekam adalah bagaimana hari demi hari jin Qorin menguasai pikiran para santriwati. Membuat mereka semakin ketakutan dan sering terganggu dengan kehadiran jin Qorin yang menyusup dalam jiwa serta hadir di lingkungan pesantren.

Klimaks dari semua permasalahan kemudian diurai dan dimunculkan satu persatu dengan apiknya.

Pengungkapan kejahatan sang Ustaz pun berhasil dilakukan oleh sang istri, Umi Hana, yang menemukan banyak petunjuk aneh di dalam rumah mereka. Zahra yang tadi sempat ketakutan dan tidak percaya diri untuk melawan sang Ustaz mulai mendapatkan niat kokoh untuk melawan. Di sinilah kemudian bisa kita lihat, bagaimana makna kebersamaan banyak perempuan bisa memunculkan kekuatan yang luar biasa.

Melawan dengan iman adalah senjata terbaik saat menghadapi kejahatan moral yang terus menyiksa.

Baca Juga : Terpesona Marlina. Pembunuh Dalam Empat Babak

Kesan Pribadi untuk Film Qorin

Sebagai pecinta film thriller, Qorin adalah salah satu karya sinema anak bangsa yang patut diapresiasi.

Saya sempat menonton film berjudul Inang yang juga diproduksi oleh IDN Pictures. Garis merah ketegangan dengan premis yang kuat, benar-benar menjadi kekuatan dari karya IDN Pictures. Ada persamaan cara penggarapan yang saya sukai. Horornya dibuat mencekam dengan pengungkapan misteri yang bisa kita baca dari setiap adegan. Penonton diajak perlahan mendalami apa, mengapa dan bagaimana sebuah kasus terjadi. Efek psikologis pun dibangkitkan satu demi satu. Mulai dari yang sehat jiwa hingga mengalami gangguan pikiran dan berbuat kejam kepada orang lain.

Satu lagi yang membikin bulu kudu meremang adalah keprok kayu yang selalu dipegang oleh Ustaz Jaelani saat ingin mempengaruhi dan menguasai jiwa santriwatinya. Keprokan kayu ini jugalah yang membuat dia berhasil mengontrol kehadiran jin Qorin bahkan membuat orang yang dia hadapi hilang ingatan serta melakukan sesuatu di bawah kontrol sang ustaz.

Tatapan mata Ustaz Jaelani pun tampak begitu tajam dan memberikan tekanan batin yang luar biasa. Salut banget untuk Omar Daniel atas actingnya yang jempolan. Khususnya saat dia membisikkan rangkaian kalimat yang mempengaruhi pikiran santriwati nya.

Pujian juga saya sampaikan untuk kwartet sahabat yang karakternya terbangun dengan baik antara Zahra (Zulfa Maharani), Yolanda (Aghniny Haque). Gendis (Naiman Aljufri) dan Icha (Cindy Nirmala). Mereka berhasil berkolaborasi menampilkan tokoh perempuan yang gamang, sarat ketakutan, yang awalnya tak punya keberanian hingga mau bersatu untuk melawan kemungkaran yang dilakukan oleh Ustaz Jaelani.

Kesan khusus juga saya dapatkan dari Putri Ayudya yang memerankan tokoh Umi Yana. Pembimbing para santriwati. Dia yang awalnya tak yakin dengan rangkaian kebejatan yang dilakukan Ustaz Jaelani, akhirnya menyerah dengan bukti-bukti yang diberikan Yolanda. Bahkan dengan keteguhan iman Umi Yana yang terus berzikir di dalam masjid, membuat dia bertemu dan melihat ruh Kiai Mustofa.

Ruh inilah yang membimbing Umi Yana membaca ayat suci Al-Qur’an yang bisa melawan kekuatan Ustaz Jaelani yang kerap membaca mantra dalam bahasa Sunda. Jadi jelas ya, apa yang sudah dilakukan oleh Ustaz berkasus ini bukanlah sebuah ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Quran. Tapi adalah sebuah praktik kemaksiatan yang menyekutukan Allah SWT.

Satu lagi jejak yang menyempurnakan alur cerita adalah kehadiran buku “Risalah Jin” karya KH Ade Nurahman. Buku yang berisikan proses pemanggilan jin dalam jiwa manusia dan cara terhindari dari gangguan jin. Salah satu lembaran di dalam buku inilah yang kemudian menjadi bacaan untuk mengalahkan kekuatan Ustaz Jaelani. Hanya sayangnya kok bacaan ini hanya sempat dipegang dan dibaca oleh Yolanda. Seandainya ya bisa diberikan kepada Umi Yana dan seluruh santriwati, kekuatan sang ustaz pasti langsung luruh dan tidak mengakibatkan kematian pada beberapa santriwati.

Etapi, kalau penangkalnya tampil duluan filmnya gak bakalan seru ya.

Diantara kesemua yang layak diacungi jempol, saya tergelitik dengan tempat yang dijadikan lokasi shooting. Entah mengapa, menurut saya ya, seharusnya lingkungan pesantren diliputi dengan kebersihan. Meskipun misal tempatnya adalah bangunan lama, masalah kebersihan tentunya sangat dipegang teguh oleh manajemen pesantren. Bukankah bersih adalah sebagian dari iman dan merupakan wajah dari nilai Islam?

Efek seram bisa kok dimunculkan di tempat yang layak dan bersih.

Secara keseluruhan saya sangat menikmati film Qorin ini. Alur adegannya tersusun rapi, terarah dengan ketegangan yang terplot dengan baik. Kita diajak untuk berpikir tentang sebab akibat dan menyadari bahwa sekuat-kuatnya seseorang melakukan kekejaman, selalu ada kekuatan untuk melawan. Jika tidak bisa sendiri, lakukanlah perlawanan tersebut secara bersama-sama.

Ada masanya dan ada waktunya sebuah kejahatan itu terbongkar. Karena bangkai, meskipun disimpan di tempat terbaik, tetap akan tercium juga.

Lewati film Qorin ini juga kita diajarkan bahwa makhluk gaib yang menyertai manusia sejak lahir itu benar adanya. Makhluk yang diberi nama Qorin ini sesungguhnya memiliki sifat yang sama dengan manusia yang disertainya. Tugasnya adalah menyesatkan manusia agar tidak beribadah dan melakukan keburukan. Ini lah yang terjadi pada Ustaz Jaelani. Qorin dalam tubuh dan jiwanya sudah berhasil menggoda agar sang Ustaz mau mengikuti keinginan Qorin, apapun keadaannya, hingga mati.

Qorin. Ngerinya Kejahatan Manusia Berkedok Agama
Buku “Risalah Jin” yang dihadirkan sebagai kekuatan untuk melawan jin Qorin dan kejahatan Ustaz Jaelani

Baca Juga : Mangkujiwo. Saat Manusia Memperebutkan Pengaruh dan Kekuasaan Duniawi

Qorin. Ngerinya Kejahatan Manusia Berkedok Agama

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

26 thoughts on “Qorin. Ngerinya Kejahatan Manusia Berkedok Agama”

  1. Duh ngeri emang ya, bergidik sendiri kalau mengikuti kejahatan seksual yang terjadi di pesantren itu. Apalagi pelakunya adalah tokoh sentral di Pesantren, yang pastinya orang awam nggak bakal percaya (awalnya) kalau sampai sang tokoh melakukan tindakan bejad tersebut.

    Setelah membaca ulasan disini, saya jadi tertarik juga pengen nonton Qorin ini

    Reply
    • Bener Mbak. Miris dan tragis sekaligus. Seharusnya institusi pendidikan justru menjadi tempat anak-anak dibesarkan dan dilindungi.

      Kuy. Nonton deh Mbak Nanik. Bagus sih menurut saya.

  2. Saya udah pasti gak bakal berani nonton horror. Apalagi ditambah dengan tema pelecehan. Udahlah penakut, bakalan geram pula.

    Baca berita berbagai kejadian kejahatan di beberapa institusi pendidikan benar-benar bikin geram. Apalagi orangtua ‘menitipkan’ anak-anak di tempat yang seharusnya baik. Merusak kepercayaan para orangtua

    Reply
    • Tragis ya Mbak Myra. Film QORIN ini juga ingin menunjukkan bahwa kesewenang-wenangan di institusi pendidikan itu masih ada kiranya. Jahatnya lagi sudah merambah ke ranah kejahatan seksual.

  3. Memang banyak apa apa berkedok agama ya mba. Salah satunya soal pelecahan seksual yang dilakukan Herry itu. Serem aku bacanya. Langsung kngen ke anak aku. Soalnya aku punya anak perempuan yang perlu banget aku jaga. Ngomongin soal qorin apalagi nonton filmnya. Aku ga berani mba 😂

    Reply
    • Jika tidak ada tindak lanjut dan pencegahan yang real, kejadian pelecehan seksual bukan tidak mungkin akan terus terjadi. Semoga ya, setelah hukuman mati yang ditimpakan kepada pelaku, bisa memberikan efek jera bagi yang lain. Nauzubillahminzalik.

  4. Benar banget Kak, belakang ini marak berita tentang oknum di insitusi pendidikan yang justru melakukan hal tidak etis pada muridnya. Sungguh miris apalagi yang berlandaskan sekolah agama. :(

    Saya baru lihat cuplikan film Qorin ini sekilas sih, dan baca ulasan ini makin penasaran pengen nonton fullnya. :)

    Reply
    • Apalagi belakangan penemuan kejahatan seperti ini semakin marak beredar. Sedih banget ya.

      Kuy nonton film nya. Banyak pelajaran penting dan pesan moral yang bisa didapat dari film ini. Terutama tentang kekuatan perempuan yang secara bersama-sama melawan kedzoliman.

  5. Sore tadi kakak daku habis membicarakan film ini.
    Daku mah tatut dah nontonnya.
    Baca review ini aja deg-degan huhu
    Menamatkan si kang Taxi Doo-Ki aja dah yang episodenya udah tamat, eh hehe

    Reply
    • Hihihihi. Tapi seru loh filmnya Fen. Menantang keberanian memang. Tapi pesan moralnya banyak menurut ku sih. Terutama tentang kebersamaan perempuan dalam melawan kemungkaran.

  6. Wow IDN Pictures ….kerennn…

    Saya baca awal IDN Pictures dan bangga banget

    karena bukti geliat anak bangsa untuk mengembangkan dunia seni peran

    uniknya mengusung kisah-kisah yang relate banget dengan kisah nyata

    Reply
    • Setuju Mbak Maria. Semoga IDN Pictures semakin produktif menghadirkan karya sinema yang berkualitas dan layak untuk dinikmati publik.

  7. Aku melihat covernya aja kok ya sudah ngeri apalagi bila nonton film ini, aihh takutt,. Tapi memang jin itu ada ya jadi kita sebagai manusia harus selalu ingat sama Allah SWT dan jangan sampai lengah.

    Reply
    • Setuju Mbak Emma. Selalu ingat larangan-larangan Allah SWT tentunya jadi salah satu pegangan agar kita jauh dari tindakan-tindakan yang tak terpuji.

  8. Aku baca artikel mbak Annie ini, jadi merinding … fix… aku engga nonton. Hihi…engga berani sih nonton horor.
    Lepas dari film horor, peristiwa kejahatan manusia berkedok agama tuh memang bikin merinding sih.
    Udah sering kejadian, berulang lagi, berulang lagi, malah bukan pada santriwati, tapi juga pada santri. Kebayang deh pelecehan tingkat tinggi.
    Tapi gimana yaaa…saking seringnya berita seperti ini, kok ya jadi biasa-biasa aja yah. Malah jadi merendahkan fungsi pesantren ga sih…

    Reply
    • Efek akhirnya adalah degradasi nama baik pesantren ya Mbak. Meski dilakukan oleh orang yang disebut sebagai OKNUM, kasus-kasus pelecehan seksual seperti ini harus ditindaklanjuti. Setidaknya kementrian terkait melakukan banyak tindakan-tindakan nyata agar bisa menjadi “pagar” agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

  9. Kasus Herry ini memang sangat menggemparkan. Ustadz jaman sekarang emang serba instan. Bisa karena belajar dari yutub saja asal penampilan meyakinkan, udah bisa masuk pasar. Padahal kami di kampung, belajar kitab kuning kalau belum ngelotok hafal di luar kepala, guru belum melepaskan kami turun ke masyarakat. Dengan kata lain adab dan ilmunya memang masih diragukan. Itu padahal santri yg udah belajar sampai belasan tahun lho….
    Jadi bisa dilihat nanti kualitasnya

    Reply
    • Itu dia Teh Okti. Tanggung jawab moral sepertinya semakin surut. Padahal di pundak orang-orang seperti Herry inilah kita menggantungkan harapan agar lahir semakin banyak pejuang kemuliaan ajaran Islam. Tapi semoga tidak berkelanjutan ya Teh. Ini pasti jadi impian banyak orang di tanah air.

  10. huhuhu kayaknya saya gak bakalan berani nonton filmnya.
    Banyak kejahatan terjadi di pesantren yaa, tapi pelakunya biasanya seriing gak tersentuh hukum karena kebanyakan orang berpikir bahwa gak mungkin “orang alim” bisa melakukan tindakan sekeji itu

    Reply
  11. Dulu, aku pun sempat terbersit untuk “Gak perlu lah, anak di sekolahin pesantren. Uda pisah sama orangtua, tus semakin menjamurnya berita buruk mengenai pesantren ini juga kerap berpikir berulang-ulang sebagai orangtua.”
    Namun setelah dikuatkan melalui kajian apalagi sesama ummahat dar sekolah kakak mengenai pentingnya pesantren dan ikhtiar terbaik apa yang bisa kita lakukan saat memilihkan lingkungan terbaik anak untuk menimba ilmu, akhirnya… kami jadi mantap menyekolahkan kakak ke pesantren.

    Salah satunya adalah tidak adanya khalwat antara pengajar laki-laki dan perempuan. Sama sekali.
    Semoga Allah melindungi ananda dalam menuntut ilmu.

    Bener-bener film Indonesia tuh sangat REAL dan gak jarang tampak begitu RELATE sama kejadian aslinya.
    Jadi makin serem, makin memengaruhi mindset penonton terhadap suatu hal. Hehhe~

    Sisi positifnya, sebagai orangtua menjadi kudu waspada. Bekal doa dan critical thinking untuk mencerna apa yang terjadi di lingkungannya ini menjadi penting.

    Reply
    • Waspada, peduli dan terus berdoa agar anak-anak kita dijauhkan dari hal-hal yang tidak terpuji. Tanpa bekal agama yang kuat, didikan moralitas yang berkualitas, ngeri rasanya melihat masa depan anak-anak. Semoga Allah SWT ijinkan kita untuk menjadi agen perubahan ya Len. Setidaknya berawal dari keluarga sendiri.

Leave a Comment