Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Salah satu sudut foto favorit saya

Hari itu jadwal keliling saya di Banjarbaru padat banget. Ada beberapa tempat yang saya kunjungi di hari ke-2 dan semuanya lumayan menguras tenaga. Banyak diskusi, pengamatan, kunjungan lapangan, yang membutuhkan konsentrasi. Apalagi diantaranya ada dua hal yang sangat menarik minat saya. Warung Bawah Asam yang legendaris konsisten menghidangkan kudapan khas Banjar selama puluhan tahun, lalu Purun Al-Firdaus yang ada di Kampung Purun Alam. Kampung penghasil aneka produk berbahan dasar purun yang keahliannya sudah diwariskan secara turun-temurun.

Tapi, meskipun banyak menguras tenaga, keduanya adalah materi yang sangat berharga untuk dituliskan, diulas dan dibagikan kepada publik. Saya merasakan betapa semesta sudah mencintai saya sedemikian rupa agar kisah perjalanan saya ke Banjarmasin dan Banjarbaru berbuah banyak kenangan manis dengan berjubel insight baru yang bermanfaat bagi diri saya pribadi.

Jadi saat hari menjelang gelap, saya terburu-buru kembali ke Banjarmasin. Selain memang badan sudah terasa begitu lelah, suami sudah menugaskan saya untuk check-in di Best Western Kindai Hotel. Akomodasi ke-2, tempat kami menginap, setelah sehari sebelumnya tidur di Galaxy Hotel Banjarmasin yang letaknya masih berada di jalan atau lingkungan yang sama.

Baca Juga : Galaxy Hotel. Megah Menghiasi Akomodasi di Banjarmasin

Sore Hari yang Redup dan Sejuk

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Salah satu sudut lobby Best Western Kindai Hotel.
Suasana di dalam terlihat adem dan nyaman dengan rintik hujan di luar yang masih enggan berhenti

Saya turun dari mobil yang dikendarai Yanna dengan rasa enggan. Rintik hujan masih bergelimang di sepanjang Jl. A. Yani dimana hotel Best Western Kindai Banjarmasin berada. Kondisi ini menjadi semakin bermakna bagi tubuh karena belakangan hari, Banjarmasin sudah lama tak dihadiahi oleh hujan dalam satu periode dengan konsistensi yang cukup lama.

Terasa sekali bagaimana udara panas yang menyerang berhari-hari mendadak berganti suasana.

Yanna sempat menawarkan saya untuk jajan. Setidaknya menikmati masakan berkuah khas Banjar yang seharusnya pas dengan cuaca saat itu. Tapi entah kenapa, kantuk yang menggelayut di mata tak ingin meninggalkan raga. Semakin kuat saya mencoba bertahan melek, semakin kuat pula keinginan untuk mengukur panjang kali lebar, luasnya kasur.

Saya pun melangkah masuk ke dalam hotel Best Western Kindai Banjarmasin dengan langkah gontai.

Suasana lobby hotel cukup sepi. Tak ada tanda-tanda kesibukan tetamu dan para petugas receptionist. Saya menengok jam di handphone. Sudah hampir maghrib ternyata. Pantas area penerimaan tamu ini sepi dan lowong. Baiklah. Satu lagi keberuntungan karena bisa cepat dan leluasa mengurus administrasi menginap.

Sore hari yang redup dan sejuk yang menyenangkan untuk menutup hari yang luar biasa bermanfaat.

Kamar Superior yang Saya Tempati

Hawa kesejukan merangsek sempurna ke dalam kamar superior yang saya pesan. Pendingin ruangan cepat bereaksi saat dinyalakan sehingga pelukan udara nyaman pun menyertai kehadiran saya di kamar.

Saya tertegun untuk beberapa detik.

Kamar dengan tipe terendah ini nyatanya terlihat dan terkesan lebih mewah dari foto yang saya lihat di website mereka.

Satu yang paling saya suka adalah penggunaan dan perbaduan warnanya. Warna coklat bernuansa tanah dan alam serta turunannya begitu mendominasi. Putih untuk bedcover, bantal, sprei dan standing lamp sebagai warna netral, berpadu apik dengan keseluruhan atmosphere kamar.

Dan yang paling memberikan efek impressive shocking adalah kain bed runner yang terbentang panjang di atas bed cover. Motifnya indah luar biasa. Saya tak tahu persis ini tenun jenis apa dan dari daerah mana. Tapi yang pasti, kehadiran bed runner ini semakin mengangkat nilai keindahan dan keseluruhan design interior kamar. Kain yang sunggu elok untuk dipandang.

Furniture, lantai parkit dan ornamen kayu serta warna horden pun memberikan sentuhan dalam garis rasa yang sama. Rasa adem pun bukan hanya hadir di netra tapi juga di dalam hati. Apalagi saat melihat lukisan di atas bed-head yang hadir dengan garis tiga dimensi. Apik banget menemani kayu pipih yang membingkai sentuhan artistik tersebut.

Saya terpesona.

Baca Juga : Semalam Berlimpah Kesan di POP Hotels Festival City Link Bandung

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Kamar dengan padu padan warna yang estetik. Bed runner nya elok sangat.

Menengok sebentar ke fasilitas yang ada di kamar juga melegakan hati. Di samping tempat tidur tersedia reading lamp yang sungguh sangat membantu saya yang suka membaca sebelum tidur. Sofa one seater dengan meja bulat kayu berwarna gelap jadi sudut terindah saat kita ingin ngopi sembari memandangi sisi luar hotel. Meja kayu panjang di bawah TV flat screen juga sangat fungsional. Baik untuk bekerja atau sekedar menaruh barang-barang bawaan.

Serangkaian compliments seperti kopi, teh, gula, creamer sachet pun tersedia lengkap. Ada dua botol air mineral, penghangat air dan sepasang cangkir di tempat yang sama. Rangkaian fasilitas gratis yang biasa disediakan oleh hotel setara bintang empat.

Kamar mandinya cukup oke. Toiletries nya lengkap. Shower dan air panas plus dinginnya bekerja dengan baik. Seperti kamar tidurnya, warna yang digunakan di dalam kamar mandi dibuat senada.

Secara keseluruhan, kamar ini sangat menyenangkan, memberikan kesan sejuk dan rasa damai yang merasuk ke dalam hati.

Makan Pagi yang Butuh Koreksi

Saya dan suami menuju Widai Restoran saat waktu menunjukkan pukul 08:00 wita. Suara hiruk pikuk terdengar menggema saat kami keluar lift. Ternyata di lantai yang sama, ada beberapa function room yang akan digunakan oleh institusi negara. Pagi itu jadi terasa sudah sibuk karena banyak diantara peserta meeting menikmati sarapan di tempat yang sama.

Saya cukup surprise karena ternyata resto yang berada persis di atas lobi ini cukup kecil untuk skala hotel bintang empat. Support staf yang bertugas pun harusnya ditambah mengingat public loading nya lumayan banyak. Ini juga berefek banyak dengan kecepatan dan ketepatan resto untuk refil makanan/masakan yang dihidangkan.

I have to say tentang ini. Best Western Kindai (sangat) keteteran soal sarapan saat kami jadi tamu mereka.

Variasi masakan pun terlalu flat baik dari segi rasa maupun plating nya. Pilihannya sedikit dengan sentuhan rasa yang seharusnya jauh lebih baik dari apa yang kami nikmati. Kualitasnya kurang sesuai untuk sebuah hotel dengan gelar bintang empat.

Begitupun dengan kualitas ruangan dan furniture nya.

Saya dan suami cukup kaget saat menemukan kualitas meja yang disediakan. Kakinya gak sama rata. Mejanya jadi goyang-goyang saat kami bergerak sedikit saja. Kayu nya pun dengan kualitas yang sekelas warung. Ruangannya juga kecil banget. Berbentuk L dengan hanya satu area setting buffet dua sisi yang isi hidangannya bukan sekelas bintang empat.

Ini benar-benar mengagetkan karena saya sempat membaca beberapa bahkan banyak review yang memuji soal Widai Restoran dan kualitas sarapan. So sad saya malah mengalami kebalikannya. Totally different.

Satu lagi yang bikin saya sempat kemerungsung adalah attitude sarapan para tamu yang bikin hati nelongso. Banyak diantara tamu-tamu berseragam yang harus banyak belajar soal bagaimana etika yang baik saat sarapan di hotel. Mereka berebutan mengambil makanan. Ngambil banyak tapi akhirnya tidak dihabiskan. Ditinggalkan begitu saja di meja dengan sisa yang masih berlimpah ruah.

Sedih banget gak sih?

Terus terang, saya paling sensitif tentang perkara yang satu ini. Bukan sok baik ya. Tapi saya diajarkan bertanggung jawab atas makanan sedari kecil. Orang tua, khususnya Ibu saya, akan muntab saat melihat anak-anak tidak menghabiskan makanan. Selain tentang tata krama, hal ini mengajarkan kita untuk kerap berterima kasih kepada Sang Pencipta karena sudah diberikan rezeki untuk makan. Salah satu kebutuhan primer yang di beberapa sisi dunia, tidak bisa dinikmati oleh mereka yang hidup dalam keterbatasan.

Baca Juga : Etika Sarapan di Hotel yang Wajib Kita Ketahui

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Sarapan saya dan suami. Tak ada semangat untuk nambah seperti biasanya.

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Beberapa pilihan dessert yang ada

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Area buffet dua sisi yang ada di Widai Restoran Best Western Kindai

Baca Juga : Mengecap Kesejukan dan Ketenangan di Hotel Lembah Hijau Cipanas

Personal Opinion Untuk Best Western Kindai Hotel Banjarmasin

Saya, terus terang, jarang sekali mengkritisi soal makanan. Except perkara ini benar-benar butuh perhatian. Sebagai seorang hotel and restaurant reviewer, saya tak ingin pengalaman tak nyaman yang saya alami harus menimpa orang lain. Kejujuran dalam membuat ulasan adalah keharusan. It’s a must. Meski bisa saja orang lain memiliki pendapat yang berbeda. Kepala boleh sama hitam, tapi rasa tentunya tak bisa sama. Pemikiran, pola pikir, pendapat dan efek dari pengalaman di setiap orang pastinya berbeda juga.

Apart from the un-convenient experience tentang sarapan, Best Western Kindai Hotel Banjarmasin ini punya beberapa hal yang patut dapat ujian dan bikin hati senang.

Selain kamarnya yang sungguh bikin adem hati, hotel ini tetanggaan dengan Indomaret Convenience Store. Dengan gelar convenience store nya, bisa dibayangkan dong nilai kata “kenyamanannya”. Isinya dong lengkap banget. Gak cuma hampir semua daily needs ada tapi juga pilihan makanan cepat saji yang sungguh beragam.

Saya yang tadinya hanya ingin beli buah dan minuman beroksigen kegemaran saya, malah akhirnya memutuskan untuk membeli makanan hangat. Suami pun setuju. Rencana awal yang tadinya pengen makan di luar, langsung berubah. Apalagi dengan kondisi rintik hujan yang masih enggan beranjak. Dan keputusan ini sungguh tepat. Karena sehabis mandi dan makan hidangan hangat dari Indomaret Convenience Store, saya terkapar hingga esok hari dengan suksesnya.

Dan saat itu menjadi begitu sempurna karena pagi berikutnya langit terang benderang. Saya pun siap menelusur Banjarmasin dan Banjarbaru di hari ke-3.

Jepretan Pribadi

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Wall decoration di Windai Resto yang terlalu sayang untuk dilewatkan

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Kolam renang yang cukuplah untuk hiburan anak-anak

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Di lantai yang sama tempat kamar saya, ada sebuah lukisan yang cakep banget.
Saya mendadak teringat pernah membuat touch of art yang mirip di aplikasi Canva.

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Lobi yang sangat lapang dan lega. Tidak banyak ornamen yang dipasang tapi sentuhan estetiknya tetap terlihat

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Ada dua menu tradisional yang dihidangkan saat sarapan. Mandai dan Ikan Telang.

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Pilihan dessert yang lainnya

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Apa yang ada di piring saya inilah yang bisa menghibur rasa saya

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Semangkok kecil bubur ayam dengan potongan telur rebus yang manis dan potongan cakwe yang gurih

Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap
Selain kombinasi warna yang sangat saya suka, kehadiran lukisan garis tiga dimensi di atas bed-head dan kain bed runner sudah membuat pengalaman menginap di Best Western Kindai jadi semalam yang luar biasa

Blogger, Author, Crafter and Photography Enthusiast

annie.nugraha@gmail.com | +62-811-108-582

10 thoughts on “Best Western Kindai Banjarmasin. Menghadirkan Kesejukan dan Kedamaian Menginap”

    • Berasa banget memang kalau ada sofa. Rasanya punya tempat untuk me-time ya Des. Meski mungkin hanya sekedar duduk-duduk melihat keluar kamar sambil menikmati secangkir kopi hangat. Aku sering banget begitu. Terutama saat malam hari. Horden kamar aku biarkan terbuka supaya cahaya langit bisa merangsek apik ke dalam kamar.

      Setuju banget. Ketersediaan hairdryer dan setrikaan itu tuh nilai plus yang jempolan. Setidaknya kudu ada di hotel sekelas bintang empat.

  1. Penasaran dengan ikan telangnya ^^

    Setuju banget dengan waste food, apalagi sewaktu breakfast di hotel

    kan bisa makan bertahap. jadi hanya makan yang disukai dan habis

    Jangan lebih besar mata/nafsu dibanding perutnya

    Reply
    • Rasa ikannya mirip banget dengan teri asin Mbak. Meski sudah dimasak kecap, rasa asinnya berasa banget di lidah. Teman yang pas untuk nasi goreng hangat-hangat.

      Tindakan wasting food memang paling bikin geram kalau buat saya pribadi ya. Gak cuma di hotel tapi juga di acara pernikahan atau acara-acara lain yang menghadirkan buffet untuk para tetamu. Lebih baik ngambil sedikit dulu daripada membuang makanan. Toh kalo memang suka bisa kok ngambil kembali.

  2. Best Western ini salah satu jenis hotel transit tapi untuk interior kamar masih oke dan nggak neko-neko.

    Wah, meja di ruang sarapan sebenarnya bagus, warna kayunya apik cuma memang perlu quality control kalau ada (( meja yang goyang )).

    Btw yuk, bukannya kalau di Banjar enaknya cari sarapan di luar, ketimbang di hotel :p

    Reply
    • Sekelas hotel bintang empat sih seharusnyo furniturenyo jauh lebih baik dari itu. Apolagi saat ngomongi kualitas masakannyo. Sayang nian. Padahal untuk kualifikasi kamar, Best Western Kindai sudah jempolan.

      Tadinyo nak cari sarapan di luar. Tapi laki aku tuh bukan tipe penjelajah Ded. Apolagi mun repot dengan transportasi pagi-pagi hahaha.

  3. Setuju Mba, saya juga tim susah hati dan sedih kalau lihat food waste. Momen sarapan di hotel itu beneran jadi momen berlatih kesabaran juga ya Mba? sabar antri dan sabar mengendalikan lapar mata biar nggak menyisakan makanan :-(

    Reply
    • Kalo menurutku sih urusan food wasting ini bukan cuma soal etika dan kesabaran. Ada unsur rohani juga terlibat di dalamnya. Yakin deh, jika setiap orang paham akan value makanan dan punya didikan baik soal agama (agama apapun itu), pasti tidak melakukan hal ini. Apalagi dalam kondisi ekonomi sulit dan banyak orang yang kurang beruntung dalam hal pemenuhan kebutuhan primer, khususnya masalah pangan.

  4. Menu baru dan saya baru tahu akan itu ikan telang. Langsung gugling deh abis ini.
    Secara hotel modern begitu menyediakan menu unik dan khas, masa masyarakat daerah tidak mengenalnya. Ya, meski urang Sunda, saya jadi penasaran juga, hehehe

    Reply

Leave a Comment