Hari itu adalah malam terakhir saya dan suami berada di Banda Aceh. Kami berdua memutuskan untuk sekali lagi mencoba kuliner otentik khas Aceh. Atas usulan tour guide saya selama berada di Tanah Rencong ini, kami akhirnya mampir ke Rumah Makan Bu Si Itek Bireuen di kota Banda Aceh.
Keberkahan dan Kebaikan
Dua kata ini menyambut kedatangan kami, saya dan suami, di Rumah Makan Bu Si Itek Bireuen Banda Aceh. Tertulis jelas di sebuah papan berwarna biru yang terletak di fasad pintu depan rumah makan.
Saya mendadak semringah. Bukan hanya karena maknanya yang begitu mendalam tapi juga oleh rasa penasaran sekaligus semangat untuk menyesap kuliner otentik Aceh di rumah makan ini. Salah satu tempat jajan yang digemari oleh masyarakat setempat karena kelezatan sajian dan otentitas rasa masakannya.
“Nasi bebek dan gulai bebeknya tuh Bu patut dicoba,” demikian promosi sang tour guide sambil mengacungkan jempol. Sungguh meyakinkan.
Saya mendadak tersenyum. Membayangkan lezatnya makan bebek dengan sentuhan gulai ala Aceh yang sungguh membangkitkan selera. Apalagi sebagai anak Sumatera, sajian gulai sudah menyentuh indera perasa saya sejak masih kanak-kanak dan membentuk preferensi serta kesukaan saya atas dunia kuliner..
Baiklah. Mari buktikan semua promosi yang sudah berulangkali bergaung di telinga.
Tentang Aceh : Daus Peunayong Sang Legenda Kuliner Banda Aceh
Serombongan tamu mulai memadati setiap sudut meja saat saya dan suami melangkah masuk. Suara desis api dan minyak penggorengan serta asap yang mengepul dari efek gorengan pun tak luput dari penglihatan. Rumah Makan Bu Si Itek Bireuen memang meletakkan dapur utamanya di bagian depan ruangan. Kehebohan pengurusan pesanan sepertinya memang ditampilkan untuk, tentu saja, membangkitkan selera dan ketertarikan para konsumen. Eksebisi keahlian sang juru masak dalam mengolah beberapa menu juga menjadi topik yang cukup menarik untuk dipertontonkan. Sementara beberapa petugas tampak sibuk menata setiap sajian ke piring-piring kecil kemudian menjejerkan serta menumpukkan semua piring layaknya apa yang kita lihat saat mengunjungi rumah makan padang.
Tentang Aceh : Mencicipi Lezatnya Kuliner Khas Aceh di Mie & Nasi Goreng Bardi Banda Aceh
Mengamati sekeliling saya melihat layanan Rumah Makan Bu Si Itek Bireuen begitu mengalir cepat. Karena ya itu, banyak pilihan menu sudah siap sedia. Tinggal dihidangkan. Jika pun perlu sedikit menunggu, biasanya terjadi saat kita memesan Ayam Tangkap. Tapi saya mahfum. Ayam Tangkap memang lebih maknyus jika dihidangkan panas atau hangat-hangat berikut dengan dedaunan yang menjadi pengiring atau pelengkapnya.
Sejenak saat sebuah piring besar berisikan Ayam Tangkap ini terhidang di meja, saya mendadak teringat akan Ayam Pramugari. Salah satu sajian unik khas Tanah Rencong yang sudah memiliki nama mentereng dan popularitas sebagai salah satu kuliner andalan Aceh. Posisinya juga strategis karena berada hanya 1km dari bandara Sutan Iskandar Muda di Blang Bintang, Aceh Besar.
Kabarnya sih memang mirip. Perbedaannya adalah jika Ayam Pramugari diambil dari potongan delapan satu ekor ayam, Ayam Tangkap potongannya kecil-kecil.
Tentang Aceh : Ayam Pramugari. Sajian Unik Khas Tanah Rencong yang Menggugah Selera
Menjawab penasaran akan cerita tentang keistimewaan gulai bebek di Rumah Makan Ibu Si Itek Bireuen ini, saya pun memesan sekitar tiga piring kecil menu istimewa ini.
Dan ternyata memang seumami itu. Dari visualnya aja kita paham betapa kentalnya santan yang tercampur dengan berbagai bumbu dapur serta rempah-rempah. Warnanya sedikit pekat dengan genangan minyak yang sejujurnya membuat saya galau. Maklum di usia di atas 50an tahun, menjaga asupan adalah sebuah kewajiban. Apalagi saat mengingat sang dokter ahli gizi yang menemani perjalanan diet saya selama lebih dari satu dekade.
“Udah, jangan dipikirkan dulu. Makan aja. Namanya juga lagi wisata.” Suami tampak paham melihat saya ragu untuk menyendok sang gulai.
Bagai mendapatkan angin segar, Gulai Bebek ini akhirnya mulus berselancar masuk ke lambung saya. Dua potong sekaligus. Saya makan lahap tapi babibu gak noleh-noleh lagi.
Gak ada sanggahan. Beneran. Gulainya top banget. Daging bebeknya juga lembut, melebur di lidah tanpa harus berusaha keras mengunyah. Kuah gulainya menyatu sempurna dengan nasi, sayur kembang kates, dan sambal mangga, yang juga disiapkan di meja. Rasa gurihnya kemudian semakin bangkit saat ditemani oleh gorengan emping yang tebal-tebal. MashaAllah. Nikmat makan mana lagi yang saya dustakan? Awalnya saya tergiur untuk nambah nasi karena melihat masih tersisa satu piring kecil bebek gulai. Tapi saya memutuskan untuk menahan diri. Kalau ngikutin nafsu sih, lima piring pun bakal saya lahap karena biasanya memang kalau makan bebek goreng, saya mampu menghabiskan 1/2 ekor bebek muda.
Suami menghabiskan sepiring gulai bebek, sepotong ayam tangkap, dan sepiring sayur kembang kates. Dari raut wajah dan obrolan kami kemudian saat kembali ke hotel, suami pun beneran puas bisa merasakan lezatnya sajian Rumah Makan Bu Si Itek Bireuen.
“Harusnya sih makan di sana tuh pas makan siang aja. Jadi gak merasa berdosa. Ketimbang makan malam yang sudah kemalaman begini,” ujar suami sembari ngakak berderai-derai.
Saya setuju dengan pendapat ini. Jenis masakan “berbobot” seperti gulai bebek memang patut dilanjutkan dengan kegiatan fisik seperti jalan kaki. Petakompli dari makan berlemak dengan mengeluarkannya lewat aktivitas fisik. Tapi ya sutralah ya. Kalau lagi traveling emang sulit untuk (terlalu) picky sama asupan. Bakalan repot sama diri sendiri. Sampai, mungkin, tidak menikmati masa-masa liburan itu sendiri.
Pengen sih makan siang di rumah makan ini meski harus berpanas-panas karena tidak ada ruangan berAC. Sayangnya besok pagi-pagi sekali kami sudah harus di bandara untuk terbang kembali ke Jakarta. Mereka pun baru buka sore hari setelah Ashar. Sama persis dengan sebagian besar warung makan yang ada di kota Banda Aceh.
Saya juga berharap bisa kembali lagi karena hingga saat ini, saya belum lagi ketemu gulai bebek seenak apa yang dimasak oleh Rumah Makan Bu Si Itek Bireuen. Kuah gulainya itu loh yang lezat banget. Jika pun, mungkin, lauknya adalah jenis protein yang lain, saya yakin rasanya akan tetap enak. Bahkan jika hanya telor rebus sekalipun.
Dari sekian ragam kuliner Aceh, yang sudah pernah saya coba cuman Mie Aceh. Itu pun dah cocok banget di lidahku. Jadi penasaran sama gulai bebeknya…
Kudu nyobain Mas. Jempolan pokoknya. Cuma ya itu santannya kental banget sampe berminyak-minyak hahahaha.
Bireun ini ga jauh dari Lhokseumawe. Aku dulu 18 THN di Lhokseumawe soalnya. Sesekali ke Bireun. Makan Ama keluarga. Yg inget cuma SATE MATANG Bireuen yg terkenal. Ada memang gulai itik, cuma Krn dulu aku blm mulai nulis, JD jujurnya ga merhatiin nama suatu tempat mba
Yg pasti gulai di Aceh apalagi pake lauk itik itu enaaak 😍😍😍😍. Aduuuh aku liat kuahnya yg pekat LGS kangeen banget Ama Aceh
Woaaahh 18tahun? Lama banget itu Fan. Pasti dah melekat dengan rasa masakan Aceh ya.
Nah Sate Matang itu juga diferensikan banyak teman tapi sayang gak sempat menikmatinya. Mudah2an kapan2 bisa balik lagi ke Aceh.
Glek, duh saya juga paling gak nahan lihat masakan khas Sumatera
bumbunya itu lho lekoh/medok, jadi pasti enak
pernah ketemu keluarga Sumatera yang mengajak makan di rumahnya
sayang bumbunya nanggung, jadi gak pas disebut masakan sumatera :D
Nama rumah makannya unik ya? Bu Si Itek
Beehhh kalo dah ngomongin khas Sumatera, ya bumbunya kudu medok ya Mbak. Lupakan sejenak tentang kolesterol, lemak, dan gula hahahaha.
Setuju banget, Mbak. Ketika sedang traveling rasanya gak usah mikir diet atau semacamnya dulu. Puas-puasin kulineran hehehe. Penasaran deh saya sama kelezatan gulai bebek. Selama ini, saya gak kepikiran kalau bebek nikmat untuk digulai. Karena lebih berlemak kan ya dibandingkan ayam. Meskipun, saya lebih suka dengan rasa dan tekstur bebek dibandingkan ayam.
Betul Myra. Setidaknya masakan/makanan khas daerah yang saat itu kita datangi, wajib kita coba. Biar gak penasaran dengan rasa dan bisa menambah pengalaman kuliner.
Sama. Aku juga lebih milih bebek ketimbang ayam. Apalagi kalau masaknya pinter, gak meninggalkan bau, dan lembut pas di kunyah. Udah gitu ditemani dengan sambal khas daerah yang gak pelit bumbu. Wooaaahh bisa lupa daratan ingat lautan itu sih.
Ya Allah… bikin ngiler nian yuk. Masakan Aceh emang enak dan berempah. Goreng ayam dan bebek aja ditambah dedaunan, jadi tambah wangi dan sedap.
Masakan Sumatera memang kaya bumbu dan rempah. Apalagi Aceh yang banyak jenis rempahnya.
Aroma remoah ini yang bikin cita rasa makin menghugah selera ya mbak.
Kebayang dah dengan nasi hangat dan sambalnya, bisa bikin urusan yang mau diet tunda dulu deh sejenak wkwkwk
Aroma rempah ini yang bikin cita rasa makin menggugah selera ya mbak.
Kebayang dah dengan nasi hangat dan sambalnya, bisa bikin urusan yang mau diet tunda dulu deh sejenak wkwkwk
Mbak Annie..percaya kalau enak saya..itu warna kuah gulainya saja sudah sedemikian menggoda, nampak kental, pekat berlimpah bumbu dan rempah. Sulit nemu gulai bebek di Jakarta atau saya enggak tahu dimana belinya.
Sebagai penikmat olahan bebek saya jadi penasaran nyoba
Meski nampak “mengkhawatirkan” dengan warnanya yang pekat dan genangan minyaknya, gulai bebek (itiak) ini terlalu menggoda untuk ditolak ya Mbak hahahaha. Duuhhh kuahnya menyelerakan banget deh. Kudu coba Mbak Dian. Jarang ada memang. Sulit nemuinnya dimana-mana.
Setuju dengan suami Mbak Annie, jangan banyak pertimbangan ketika sedang wisata
Karena belum tentu bisa mengulang pengalaman yang sama
Kebetulan tadi siang saya habis dengerin obrolan William Wongso di kompas TV
Beliau merekomendasikan masakan Aceh yang ragam bumbunya sangat banyak, namun pas, sehingga rasanya lezat banget
Kalo yang komen sudah dari chef professional dengan jutaan pengalaman, dah pasti mantab ya Mbak. Makin bangga dengan sajian nusantara. Khususnya dari tanah rencong.
Baca tulisan ini saya jadi kangen makanan Aceh, asli makanan Aceh tu enak-enak banget, kangen ayam pramugari dan aneka olahan seafoodnya juga mantap banget. Tapi saya penasaran sama gulai bebeknya kayanya enak banget tuh, semoga nanti ada kesempatan ke Aceh lagi supaya bisa cobain, kelihatan sangat menggoda selera. hehehe
Masakan Aceh memang kaya rasa ya Mas. Apalagi jika lidah kita sudah meng-sumatera banget kek saya. Hidangan kaya rempah tuh udah jadi a must thing.
Semakin baca tulisan Ibu tentang Aceh, semakin merasa malu diriku karena sebagai warga tetangganya malah belum pernah ke Aceh
Kenapa? Karena awalnya aku pikir Aceh itu pantai. Cuma bisa ke pantai, sementara aku ngga bisa renang jadi kurang begit suka pantai (lebih takut kulit gosong)
Ternyataaa makin kesini, Aceh punya banyak hal2 yang bisa dinikmati selain pantai…
Giliran udah “sadar” begini, adaaaa aja yang bikin halangan kalo ada rencana ke Aceh…
Duuuh gimana ini, ahhahhaa
Hahahaha. Aku justru belom sempat menyusur keindahan pantai2 yang ada di Aceh. Sepertinya kudu mengatur waktu khusus, kembali ke Aceh, dan melakukan ini. BTW, bagus juga kapan2 kita janjian di Aceh ya Ci. Jalan bareng, foto2 seru berdua. Kebayang menyenangkannya nanti.
Wah, cerita makan malamnya seru banget, Mbak Annie! Aku bisa merasakan betapa nikmatnya Gulai Bebek dan Ayam Tangkap dari deskripsinya. Bisa bayangin gimana gurihnya kuah gulainya yang kaya rempah, ditambah emping yang tebal. Aku baru sekali doang makan ayam tangkap di Waroeng Aceh Kemang. Otentik. Mbak Annie mungkin dah pernah ke sana. Kalau belum, cobain juga Mbak. Travel kuliner emang selalu jadi pengalaman yang gak terlupakan, ya! Semoga suatu saat bisa coba juga langsung di Warung Bu Si Itek Bireun.
Wooaahh cus langsung masuk dalam daftar wishlist. Secara ya ayam tangkap bener2 jadi salah satu menu andalanku kalau ke resto ala Aceh.
Aku dah ngebayangin nikmatnya ini itik yakin 2 piring nasi bakalan habis, apalagi kuah karinya yang kental nikmat banget begini
Kuah gulai dan minyak2 nya itu tuh sesungguhnya sangat menggoda ya Mbak. Dinikmati dengan sumber protein lain juga okeh keknya.
Aku suka makan Nasi Bebek, apalagi gulainya enak dan mantap, karena bumbunya khas banget. Jadi pengen coba nih ,,,,
Suka banget foto2 dan alur ceritanya pas baca,,, mantap… btw, Medok banget ya kuahnya, enak banget pasti itu. Cocok sih disambil makan sama tumisan sayur kembang kates/pepaya, jadi lebih lezat dengan dimakan bareng kuah. Suka banget saya sayur tumis kates hehe.
Nah nah berarti Mas Wahid kudu ngerasain sajian ala Aceh nih Mas. Cucok sepertinya.
Kalo ka Annie punya Ayam Pramugari, Bandung punya Ayam SPG.
hihihi.. ngape pake profesi sih ya.. tapi jadi gampang diinget, selain memang kudu meninggalkan “rasa” yang tak terlupakan.
Ka Annie, aku pecinta bebek sejatiii..
Rasanya kalo ada alatnya doraemon yang bisa ambil makanan dari foto, aku comotin deh tuu.. dari foto kak Annie makan-makan di Rumah Makan Bu Si Itek Bireuen Banda Aceh. Huhuhu.. lezaattt pissaaannn~~
Semoga suatu saat Lendy bisa merasakan langsung masakan Aceh khusus olahan bebek di Aceh ya. Dijamin nagih deh.
Serius tanya, Mbak, daun-daun di ayam tangkap itu bisa dimakan?
Ini unik (bin aneh) buat saya, karena kalau menyajikan masakan meski full rempah pun daun-daunan gini pasti dibuang. Ketahuan ibu bakalan diomelin. Lha ini malah disertakan.
Sempet nyoba juga Mbak. Ternyata bener bisa dimakan. Tapi aku nyoba cuman sedikit aja karena banyak minyaknya.
Masya Allah. Aceh emang beda…
Pengen banget bsa kesana dan ngerasain langsung vibes nya yg benar2 menjaga syariat.
Sbg pecinta bebek, auto ngiler saya mba ngeliat sajian makanannya…