
Janji Lama yang Terwujud
Saya dan Mega sudah beberapa kali bertemu setelah sebelumnya sempat berbincang tentang dunia blogger yang kami geluti selama bertahun-tahun. Pertemuan kami kala itu diisi dengan serangkaian diskusi hangat yang panjang banget. Seperti sepasang sahabat yang berteman sejak kecil tapi kemudian hidup terpisah bertahun-tahun. Padahal itu adalah pertemuan perdana kami setelah hampir sepanjang waktu hanya berbincang lewat whatsapp dan media sosial.
Setelah bertemu di event Ubud Writers & Readers Festival 2024, kami sepakat untuk jalan bareng. Tepatnya menjelajah Karangasem, bagian timur Pulau Bali, yang belum tuntas saya telusuri setahun sebelumnya bersama Dwi Widodo. Pun jadi area destinasi wisata yang membangkitkan rasa penasaran Mega. Khususnya Desa Adat Tenganan yang ada di Pegringsingan, Karangasem.
Baca Juga : Menyesap Harmoni di Desa Adat Pegringsingan, Karangasem, Bali
Demi adab jalan bareng, kami juga bersepakat untuk sharing cost. Baik itu untuk transportasi, akomodasi, makan/jajan, dan semua biaya yang dikeluarkan selama menjelajah.
Dari perbincangan awal, kami memutuskan untuk menginap di seputaran Candidasa sebelum akhirnya menjauh ke arah Amed. Pertimbangannya adalah karena Candidasa tidak begitu jauh dari beberapa destinasi di Karangasem yang akan kami kunjungi.
Dari penelusuran online akhirnya kami menemukan Utama Beach Villas yang berada di kawasan Sengkidu. Hotel/Villa bintang 3 di tepi pantai dengan harga yang cukup kompetitif, apik, dan ramah di kantong. Biayanya pun menjadi terasa ringan karena ditanggung berdua.

Nyasar Dulu Bersenang Senang Kemudian
Berangkat pagi dari hotel tempat saya menginap di Denpasar, Mega nyetir dengan santai dan tenang. Karena tidak diburu waktu, kami sempat mampir ke mini market untuk menikmati bergelas-gelas kopi dan minuman dingin plus cemilan kecil untuk mengusir kantuk. Sekalian lah ya mampir ke toilet.
Rencana kami di hari pertama dari program ngelencer selama 4 hari 3 malam di Karangasem adalah mampir terlebih dahulu ke Desa Adat Tenganan. Salah satu destinasi wisata sejarah dan edukasi yang sempat saya hampiri setahun yang lalu sebelum saya kembali ini. Mega sendiri belum pernah ke Desa Adat Tenganan ini sementara saya tidak berkeberatan untuk bertamu lagi. Bagi saya desa ini sudah meninggalkan kesan yang begitu mendalam dan punya nilai historis yang patut untuk dikenang.
Kami menghabiskan waktu cukup lama di Desa Adat Tenganan. Bertemu dengan banyak perajin atau pelukis di atas daun lontar, pengukir, penganyam tenun, dan produsen kerajinan tangan lainnya. Ini yang dulu belum sempat saya lakukan di kunjungan pertama.
Lambung yang menggelinjang dan menggeliat untuk diisilah yang membawa langkah kami untuk segera beranjak ke kawasan desa Sengkidu yang jaraknya sekitar 30-45 menit dari titik di mana kami berada saat itu. Rencananya sih kami akan langsung check in di Utama Beach Villas lalu mencari kedai halal di seputaran hotel.
Mengikuti google maps yang jadi andalan kami saat itu, ternyata kami sempat nyasar dan salah mengikuti arah. Aplikasi ini memberikan kami asumsi serta petunjuk yang keliru dan justru malah menjauhkan kami dari tujuan semula. Jadilah kami sempat memutar-mutar di kawasan ini berulangkali sampai akhirnya tertawa terbahak-bahak. Gimana gak ngakak dan terheran-heran. Utama Beach Villas yang kami cari ternyata bersebelahan persis dengan hotel tempat kami terakhir bertanya.
Astaga.
Lucunya di setiap orang yang kami tanya tadi, termasuk security hotel tempat kami sempat nyasar itu, malah mengarahkan kami ke sisi atau belokan yang berbeda sembari mengatakan bahwa villa yang kami cari tidak berada di lingkungan tersebut.
Dih gemes banget. Masak sih tidak mengenali tetangga dan lingkungan sendiri? Aneh gak sih?
Jadilah saat kami akhirnya menjejakkan kaki di tujuan yang benar, kami berdua terawa terbahak-bahak bagai tak akan ketemu hari esok. Saya geleng-geleng kepala saat menyadari bahwa kami sudah membunuh waktu sekitar 30 menit (bahkan mungkin lebih) untuk nyasar ke sana-sini. Padahal yang dituju cuma sekepotan aja. Bahkan persis bersebelahan.
Ampun dah.
Tapi ini juga un-predictable sih. Masalahnya signage Utama Beach Villa tuh kecil banget. Tulisan besarnya justru baru kelihatan saat Mega memarkirkan mobil di sebuah slot yang kecil. Tak berlampu. Jadi kalau malam hari pasti tak kelihatan karena penerangan di sekeliling villa tuh minim banget.
Saat kami tiba di lokasi yang kami tuju, lingkungan sekitar dalam kondisi hujan. Butiran air besar-besar pun mulai menyerang dan kami, khususnya saya, tergopoh-gopoh mencari atap untuk berlindung. Itu pun sempat kebingungan mencari area penerimaan tamu karena di bagian depan villa hanya ada sebuah resto kecil (Dwi Utama Resto) dengan dinding berwarna biru gonjreng.
Ngikutin intuisi, saya akhirnya masuk ke area restoran tersebut dari sisi depan. Hakul yakin bahwa resto yang berada di depan ini, yang saat itu dalam kondisi sepi, tentunya berhubungan dengan Utama Beach Villa. Setelah sempat celingak-celinguk kebingungan, akhirnya kami bertemu dengan seorang ibu yang memang bertugas sebagai manager operasional villa. Beliau dengan ramah menyambut kami, memberikan kunci kamar, dan langsung memerintahkan seorang petugas untuk segera membawa barang-barang kami ke kamar.
Saya pun bergegas mengikuti sang petugas dengan langkah-langkah lebar di tengah hujan yang semakin menderas dan angin berhembus yang melengkapi kehadirannya.
Baca Juga : Menyesap Keheningan di Puri Payogan Villa, Ubud, Bali


Kamar yang Bersih dan Apik
Selepas gebres-gebres titik hujan yang menempel di badan, saya memutuskan untuk duduk sebentar di teras depan kamar agar tidak membawa air ke dalam. Sekaligus melepaskan sepatu sneakers yang terlihat mulai basah di sana-sini. Sementara Mega melakukan hal yang berbeda karena dia harus mengawasi petugas yang membawa barang-barang kami sekaligus menyalakan AC dan memeriksa semua kelengkapan di dalam kamar.
Saat sudah lebih lapang dan napas ngos-ngosan mulai reda, saya masuk dan langsung terkesan dengan kamar tipe standard yang kami sewa. Kamarnya cukup luas buat berdua. Dengan kasur tebal dan empuk berukuran 180x200cm, sprei dan bed cover putihnya terlihat bersih tanpa cela. Kasur ini ditopang oleh ranjang kayu dengan efek gradasi yang sama dengan beberapa furniture yang ada di villa.
Di atas bed head ada sebuah lukisan kecil. Di masing-masing sisi ranjang ada nakas dan sebuah lampu dinding dengan bohlam berwarna kuning redup. Kamar ini hanya memiliki jendela kaca. Jadi saat malam hari, vitrase dan gorden harus kami tutup total agar tidak terlihat oleh orang lain yang lalu lalang karena lampu di dalam kamar begitu mencorong saat semua dinyalakan serentak.
Selain sebuah lemari kecil yang ada di dekat pintu kamar mandi, Utama Beach Villas juga menyediakan meja lipat untuk tatakan koper, sebuah kaca tinggi yang menempel di dinding, kulkas mini, TV layar datar, meja kayu berlaci dua dan dua buah kursi kayu. Kayunya seragam dengan rangka tempat tidur.
Tersedia juga teko penanak air, teh, dan kopi compliments lengkap dengan pilihan gula.
Yang paling saya senangi adalah stok bantalnya. Ada empat buah dengan dua ukuran yang berbeda. Saya yang biasa tidur menggunakan guling langsung happy tak terkira. Bantal yang panjang itu bisa saya fungsikan sebagai guling.
Overall oke sih menurut saya. Kamarnya bersih meski terlihat oldiest. Termasuk lantai yang hadir dengan keramik polos model lama. Yang penting lantainya tidak kesat saat diinjak. Penanda bahwa kebersihannya tetap terjaga meski tidak menggunakan sandal kamar.
Begitu pun dengan kamar mandi. Tak ada yang istimewa. Sederhana saja penampilannya. Ada wastafel dengan kaca, jamban, lalu shower yang diberi jarak dan dinding khusus agar basahnya tidak menciprat ke segala bagian kamar mandi. Air panas dan dinginnya berfungsi dengan baik.
Hanya saja toiletries nya tidak selengkap seperti biasa kita menginap di hotel. Tapi karena sudah terbiasa berkelana, saya selalu siap dengan perlengkapan mandi sendiri. Jaga-jaga jika bertemu situasi seperti ini.
Saya dan Mega hanya sempat ngobrol sebentar di malam itu karena kami cukup kelelahan. Apalagi hujan ternyata belum reda juga. Bahkan lebih heboh karena angin kencang tak turut menyerah. Mega terpaksa memasukkan sepatu kami ke dalam kamar karena takut tampias oleh hujan yang semalaman membuat kamar semakin dingin.
Baca Juga : Keindahan Bunga Abadi di Taman Edelweis Karangasem Bali

Menyusur Fasilitas Hotel
Meski terbiasa bangun menjelang subuh, hari itu saya bersengaja berleha-leha, memanjakan diri dan menikmati waktu dalam kondisi benar-benar sedang liburan. Tidak terdengar azan berkumandang mengudara seperti halnya saat berada di rumah yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari masjid. Saya hanya lamat mendengar seruan azan itu dari gawai yang memang sudah diatur sedemikian rupa. Suaranya sedikit saya senyapkan agar tidak mengagetkan Mega yang masih tertidur lelap.
Saat Mega terjaga, kami sempat berdiskusi tentang rencana hari itu. Gerimis masih bertahan di luar. Dingin terasa terjerembab di dalam kamar yang membuat kami enggan melepaskan diri dari selimut putih yang begitu nyaman untuk dipeluk. Jadi sepagian itu kami ngobrol sepuas mungkin sembari menanti mentari sedikit meninggi.
What a great pillow talks indeed.
Atas kesepakatan bersama, hari itu kami akan berkeliling dan melihat semua fasilitas villa, sarapan di Dwi Utama Resto (resto milik villa ini), baru kemudian menjelajah Amlapura, ibu kota Klungkung, makan siang di Mek Sambre, mampir ke WJ’s Coffee House yang direferensikan oleh Dwi dan masih berlokasi di kawasan Candidasa, baru setelah itu kembali ke villa.
Baca Juga : Bestah Coliving Denpasar, Menginap Serasa di Rumah Sendiri
Karena nawaitu awalnya adalah memotret, kami akhirnya terpaksa menunggu langit terang agar bisa mendapatkan hasil foto yang lebih ciamik. Cukup makan waktu ternyata karena kondisi cerah tersebut baru bisa kami nikmati setelah pkl. 09:00 wita.
Kami pun bergegas dan menikmati semua keindahan yang disajikan oleh Utama Beach Villas saat sinar matahari mulai menyembul di sana-sini.
Saya menyempatkan diri berdiri persis di depan kamar yang kami sewa. Tampak sebuah villa atau rumah kecil dengan teras sederhana yang menyenangkan. Teras tersebut dibuat lebih tinggi sedikit dari jalanan semen dengan koral yang memanjang dari kedua ujung villa. Di sampingnya berderet beberapa unit villa yang dikelilingi oleh banyak tanaman dan tak sempat saya hitung jumlahnya.
Diantara sederetan villa ini saya menemukan satu bangunan setengah terbuka yang bertuliskan “resto”. Di dalamnya terdapat semua kebutuhan dan perlengkapan untuk bersantap. Tadinya saya pikir sarapan akan dihidangkan di sini. Tapi ternyata tidak. Menurut seorang petugas, tamu boleh saja menggunakan tempat ini untuk duduk-duduk dan makan beramai-ramai, apabila memang datang berombongan. Namun penyajian sarapan sesungguhnya adalah di restoran yang ada sisi depan Utama Beach Villas itu.
Tapi sebelum mengisi perut, saya dan Mega memutuskan untuk menjelajah bagian belakang villa yang tampak sungguh menarik untuk sambangi.
Di bagian belakang ini kami melihat sebuah pemandangan yang menyegarkan mata. Selain sebuah bangunan dua lantai dengan empat kamar yang terlihat masih baru, di sana juga tersedia sebuah kolam renang yang dilengkapi dengan tempat duduk panjang untuk berleha-leha, yang juga ditaruh menghadap ke laut. Ada juga beberapa payung besar yang menahan silaunya sinar matahari.
Dari titik saya berdiri, di pinggir kolam, saya bisa menikmati sebuah pantai yang memanjang dan tampak cukup landai yang posisi sedikit lebih rendah dari tanah yang dimiliki oleh Utama Beach Villas.
Saya sempat terpaku beberapa waktu sembari mendengarkan air laut yang lamat-lamat menyentuh pasir pantai. Dalam sekian menit saya mengamati bahwa pantai Candidasa ini terlihat bersih dan begitu hening. Saya tak melihat satu pun orang yang berlalu lalang di pantai ini. Tapi yang pasti setiap jengkal daratan yang menghubungkan tanah dan pasir sudah diplot oleh para pemilik tempat penginapan.
Sayangnya saya tak bisa lama berada di pantai ini karena hujan kembali beraksi. Gelombang angin yang menguat seakaan kompak membawa sang hujan begitu cepat menyentuh tubuh. Saya pun berlari tunggang langgang dan berusaha secepat mungkin mencapai resto agar bisa memanjakan perut yang mulai bergejolak.

Diantara “pelarian” yang mendadak itu, saya sempat berhenti sebentar untuk memotret jalan setapak semen berhias koral yang panjang membentang di depan setiap villa. Berbagai jenis bunga dan rumput terlihat subur termasuk beberapa tanaman rambat yang menempel di dinding yang membatasi antara hotel sebelah dan Utama Beach Villas.
Jadi saat kita bersantai di teras, di villa bertipe standard seperti yang saya sewa, pemandangannya adalah dinding tinggi dengan tumbuhan rambat yang subur menghijau.
Tapi pernah di satu saat, saat saya duduk di depan kamar di malam hari sembari menunggu antrian mandi, saya melihat banyak tamu yang lewat dan menyapa dengan ramah. Di antaranya ada seorang bapak/lelaki bule yang terlihat sudah berumur. Jalannya lambat bahkan ada yang melangkah ngos-ngosan karena tubuhnya (baca: perutnya) yang tambun menggelembung.
Sapaan saya ternyata membuat si bule ini berhenti, menarik dan mengatur nafas dalam-dalam, lalu menghadiahi saya dengan senyum lebar. Sorot matanya ramah, lalu terdengar kalimat “selamat malam” yang terdengar bahagia. Sepertinya dia merasa senang dengan keberhasilannya mengucap salam itu karena wajah semringah nya tak pun hilang dalam beberapa detik kemudian. Saya membalas dengan kalimat yang sama sembari mengacungkan jempol.
“You can speak bahasa?” lanjut saya berbasa-basi.
Dia kembali tertawa renyah dan membalas, “Not really. I just can speak selamat pagi, selamat siang, selamat malam, terima kasih.” Si bapak ini tampak terbahak-bahak sendiri. Tawa saya pun ikut berderai-derai karena melihat bagaimana upayanya untuk mengucapkan sederetan kalimat itu. Pembicaraan yang cukup seru bagi dua orang yang belum saling mengenal.
Tak lama dia pamitan karena merasa gerah dan ingin segera mandi. Eh mendadak tersadar kalau saya juga belum mandi.

Baca Juga : Mengunjungi Produksi Garam Tradisional di Kusamba Klungkung Bali
Sarapan Sederhana
Sepagian itu entah mengapa saya merasakan lapar yang teramat sangat. Mendadak saya teringat bahwa terakhir kali makan sesuatu itu sore hari dan setelah itu tidak ngemil apa pun. Saya malah berulangkali minum kopi mengimbangi udara dingin yang terus menyergap tubuh.
Membayangkan akan menjelajah dalam waktu yang cukup lama, saya bersemangat memesan sepiring nasi goreng lengkap dengan telur ceplok untuk mengisi dan menguatkan lambung. Awalnya sih cukup kaget dengan porsi yang dihidangkan. Tapi keamanan “kampung tengah” saya akhirnya melahap sang nasi goreng dengan semangat kuat.
Nasi gorengnya enak meski kurang pera menurut saya. Tapi it’s still ok. Rasanya tetap enak meski tidak istimewa. Bagi saya, saat bingung mau makan apa, nasi goreng adalah pilihan yang jitu untuk memenuhi lambung. Tadinya saya sempat ingin mencontek pesanan roti panggang yang dipesan Mega. Tapi sepertinya tidak cukup full untuk saya sepagian itu.
Dwi Utama Resto, tempat kami menikmati sarapan ini hanya menyediakan beberapa meja dan kursi untuk menerima tamu. Penataan tempatnya juga bisa saja. Malah menurut saya terkesan begitu padat karena kita harus memiringkan badan saat akan melewati kursi orang lain.
Dibuka untuk umum, resto ini menyediakan banyak opsi makanan dan minuman dengan standard bule. Terus terang tadi saya sempat ragu memesan nasi goreng karena mereka juga menyajikan makanan non-halal. Tapi sang ibu manager dan yang masak meyakinkan saya bahwa mereka menggunakan peralatan masak yang berbeda untuk sajian non-halal tersebut. Jadi mereka sebisa mungkin melayani makanan halal agar aman dikonsumsi oleh tamu-tamu muslim.
Saya mengangguk dan menghargai penjelasan mereka. Berada di Bali dengan lingkungan yang tidak murni halal, saya dan Mega akhirnya memutuskan untuk “percaya” pada siapa yang menanggung jaminan tersebut. Saat datang sebenarnya kami sudah menyusur setiap tempat/resto yang ada. Semua tampak menyajikan masakan non-halal tanpa terkecuali. Jadi ya sudah, bismillah, semoga omongan sang ibu dan staff resto yang bertugas dapat dipercaya.
Oia selain Dwi Utama Resto, di tempat yang sama Utama Beach Villas juga memilik sebuah outlet mini. Saya menyempatkan diri untuk menilik gallery kecil ini. Selain produk fashion, juga tersedia kebutuhan sehari-hari, pernak-pernik, dan beberapa handcrafted materials yang cukup menarik.
Tapi jika pun kita ingin jajan atau menikmati refreshment food and drinks, di seputaran villa juga banyak tersedia mini market. Restoran pun berjejer memenuhi sepanjang jalan. Saya dan Mega sempat melihat beberapa tematik outlet tapi sayangnya jam buka dan tutup mereka tidak pas dengan waktu kami. Saat berangkat/pergi mereka belum buka dan sudah tutup saat kami kembali ke villa. Padahal kalau kami intip sembari pelan-pelan lewat di depannya, kedua toko ini terlihat sangat menarik. Bahkan ada satu yang menjual aneka produk sabun yang cantik terukir dengan presentasi yang apik dan cantik.

Tempat Menginap yang Recommended
Meski terlihat sederhana dan sudah berumur, kecuali bangunan dua lantai yang ada persis di pinggir pantai, Utama Beach Villas cukup representatif dari segi kenyamanan dan kebersihan. Unitnya memang terbatas tapi lingkungannya sangat terjaga.
Tapi jika kita menginginkan untuk menikmati pemandangan laut yang luas, tinggal di salah satu dari empat unit di bangunan baru itu sangat recommended. Apalagi jika punya anak kecil yang seneng berenang atau setidaknya main air. Bisa betah berjam-jam main di dalam villa. Tinggal melangkah sedikit sudah bisa main di pantai dan menyentuh laut.
Petugas di tempat ini cukup terbatas dan di dalam kamar yang kami tempati tidak ada telepon analog yang membuat kita bisa berkomunikasi dengan petugas. Jadi untuk urusan komunikasi kita bisa menyimpan nomor telepon si ibu manager. Beliau cukup responsif atas semua yang kita tanyakan atau butuhkan lewat telepon langsung atau via whatsapp.
Hujan deras sepagian itu kembali turun deras. Saya dan Mega sempat terjebak di Dwi Utama Resto dan butuh bantuan banyak saat akan memindahkan barang ke mobil karena harus berlari-larian sembari membawa barang yang lumayan banyak.
Tapi karena hujan tampak enggan untuk mingkem, kami akhirnya melanjutkan perjalanan. Setidaknya jauhnya jarak yang harus kami tempuh menuju Amed dan beberapa tempat yang ingin kami hampiri bisa terwujudkan tanpa halangan yang berarti.
Baca Juga : Mejore Hotel Amed, Menghadirkan Debur Ombak yang Menenangkan Jiwa


Mau solat jumat sempetin baca tulisan kak Annie ini. hehe. Btw, bisa sampe kesasar gitu ya, memang terkadang google maps kayak gitu, harusnya sih pemilik utama beach villas hotel ini memperbaiki aplikasi lokasi mereka di gmaps. Karena biasanya kalo 1 orang sudah kesasar, bisa yang lain juga gitu.
Dan, memang bener banget adab kalo pas jalan bareng temen penting mengomunikasikan bugdet bareng, transport, dll biar lebih adil dan nyaman.
Pemandangan pantai khas Bali juga indah, andai matahari cukup pasti hasil jepretan kak Annie keren :)
Nah ini Mas. Ternyata kasus yang sama juga terjadi pada beberapa tamu mereka. Signage mereka pun tidak mudah terlihat dari jalan karena hanya berupa tulisan di sebuah plang kayu kecil saja. Jadi kalau tidak melamati dengan tenang, gak bakalan kelihatan.
Overall dengan fasilitas yang ada, harga kamar di Utama Beach Villas termasuk rata-rata biasa. Meskipun kompleksnya tidak besar, setidaknya kamarnya apik, bersih, dengan semua peralatan yang berfungsi dengan baik.
Recommended untuk publik yang mencari tempat menginap di kawasan Candidasa.
Dari penampakan bagian depan kamar villa, kesan homey-nya terasa banget. Dan saya suka, meski sederhana yang penting bersih dan fungsional. Lingkungannya pun nyaman untuk bersantai karena terjaga.
Btw, saya bawaannya jadi agak curiga kenapa para tetangga villa pada ngasih petunjuk arah yang menyesatkan ya? Apakah ada secuil harapan tamu yang sudah kelelahan memutuskan pindah ke lain hati alih-alih tetap di kamar/villa yang sudah di reservasi sebelumnya
Bener Mbak. Saya juga suka. Fasilitasnya cukup dan kebersihannya terjaga. Itu faktor paling penting. Kalau soal lokasi sih ok ok aja. Dekat juga kemana-mana meski posisinya menjorok ke dalam. Tapi lingkungannya lengkap. Banyak hotel, resto, dan mini market di seputarannya. Nyamanlah untuk lokasi.
Nah itu dia Mbak. Satpam resort yang sebelahan itu kok malah bikin kita nyasar. Padahal Utama Beach Villas berada persis bersebelahan. GMaps juga kok lemod betol. Bikin bingung.
Paling hepi emang kalo punya temen kaya Mega ini ya?
Sehati sehingga bisa jalan bareng dan gak ngeributin hal yang gak penting
Ngelihat villa yang dikunjungi Mbak Annie, saya jadi paham alasan YouTuber Sacha Stevenson pernah tinggal lama di sini
terlepas dari kesulitan menghindari makanan non halal, alam dan budayanya memang bikin betah
Bener Mbak. Dapat sahabat sefrekuensi tuh kudu disayang-sayang dan dijaga kebersamaannya.
Wah jadi penasaran dengan channelnya Sacha Stevenson. Ntar nyari ah. Makasih untuk referensinya Mbak Maria.
Sepertinya hotel punya nama lain (nama lama) yang lebih dikenal di sekitar daripada nama: Utama Beach Villas. Atau kadang nama pemilik dan petunjuk lainnya yang lebih terkenal.
Lokasi yang bikin sekian waktu nyasar, apa enggak ada nomor kontak yang bisa dihubungi sehingga kita bisa minta koordinat tempat agar lebih spesifik tujuannya di peta?
Apapun itu, tempat yang homey, apik, ramah di kantong dan kesan yang menyenangkan jadi terlupakan pengalaman nyasarnya ya Mbak Annie.
Wah iya ya. Bisa jadi begitu. Kalau saya sih curiga dengan jaringan internetnya. Memang sempat byar pet di sana makanya kemudian kita tanya dengan masyarakat setempat. Termasuk pak security itu. Dan sayangnya juga memang kontak PIC villa tuh gak nyambung blas.
Wah seruuu banget perjalanan ke Bali bareng kak Mega ya kak. Utama beach Villas ini vivesnya homey banget ya pas banget buat liburan bareng sahabat ataupun keluarga
Bawa anak-anak juga asyik banget. Tapi mending pilih kamar yang persis di depan laut dan kolam renang. Beeeuuhhh anak-anak pasti gak mau berhenti main di sana.
Sebel dan gemes banget pastinya ya, padahal udah disamping tempat yang dituju, tapi masih kesasar juga muter-muter sampai lebih dari 30 menit.
Menu makanan halal emang di beberapa bagian Bali masih susah ditemukan ya. Tapi kalau staff sudah menyakinkan kalau peralatan masaknya beda, insyaallah aman lah ya mbak.
Bener Mbak Nanik. Soal asupan tuh memang pe-er banget buat muslimah yang sedang bepergian di Bali. Sekarang sih sudah mulai banyak meski baru sebatas no pork no lard. Khususnya di kawasan-kawasan yang jauh dari pusat kota
Kok bisa ya pada ga nyadar ada vila di situ? Mungkin asumsinya kalau vila itu rumah gede di gunung. Walau bintang 3, asal bersih dan ramah udah bagus. Apa lagi view pantainya mana tahan
Kalau nginep di hotel yang mungil seperti Utama Beach Villas dengan jumlah kamar tak banyak, lebih personal dan hangat rasanya pelayanannya. Sesama tamu juga ada kesempatan bertegur sapa, berasa hangat suasananya.
Lihat penampakan nasi goreng yang menggoda pas lah ya porsinya buat memulai hari keliling Bali
Iya Mbak. Meski tak mewah tapi tempatnya bersih. Nyaman buat ditinggali dalam waktu yang lama. Sayangnya pas saya ke sana, cuaca selalu gak jelas. Kadang panas banget eh tiba-tiba hujan deras. Jadi gak bisa mantai.
happy banget ya Mbak, punya teman ngebolang seperti Mega
susah banget lho dapat teman ngelencer yang bisa sehati (Mega juga beruntung karena Mbak Annie mau mengalah mendatangi tempat yang sama)
Apalagi Bali kayanya gak kehabisan tempat untuk dieksplor, penduduknya kaya gak terpengaruh kedatangan orang luar, tetap melakukan aktivitas dan ritual budaya dengan tenang
Betul banget Mbak. Apalagi kami perginya lumayan lama. 4 hari 3 malam. Kalau gak klop luar dalam gak bakalan betah. Tapi alhamdulillah kami terus bareng dalam kebersamaan. Malah kudu dibuat episode ke-2 nya hahahaha.
Jangankan kita yg di tempat baru. Sama driver BB aja aku selalu tanya, mau lewat mana? Ga tahu ya kok semua driver, termasuk BB ngandelin Google loh. Padahal kalau udh tahu jalan, Google tuh menyesatkan…haha. Kalau kita sering on-off, ntar ubah arah dia…hehe…
Alhamdulillah akhirnya ketemu ya villa-nya. Aku belum sampai nih ke daerah Karang Asem, dan udah lama banget juga engga ke Bali…Pernah nih saking bingung mau makan apa di Bali, aku sama suami makan Pecel Lele pinggir jalan…haha…
Iya Mbak Hani. Apalagi saat itu, kemungkinan besar, jaringan HP gak terlalu bagus. Jadi petunjuknya ikutan byar pet. Ampun dah.
Karangasem menurutku asyik Mbak. Tempat wisatanya eksploratif banget. Jadi inget banyak banget yang belum saya tulis di blog.
Aku jadi berpikir kalau di Bali pun orang-orang uda mulai hidup masing-masing yaa..
Padahal Utama Beach Villas ini uda termasuk lama.
Tapi yaa.. posthink-nyaa… mungkiiin yang ditanya juga pendatang baruuu..
Btw,
Ini kamar mandi gak di dalam kamar kah, ka Annie?
Jadi bisa berinteraksi dengan penghuni lain yaah..
Menyenangkan dan jadi berkesan!
Kamar mandi ada di dalam. Gak saya foto meski bersih dan cukup representatif. Yang pasti, meski sederhana, villanya bersih dan nyaman.
Untungnya gak sendirian ya Bu Annie kedernya hehe, lagi pas ada temen. Kebayang sih semisal lagi gelap mendung atau ya malam, keknya kudu ada lampu penerang tambahan sih, atau minimal petugas deh ya buat membantu kalau ada apa-apa di sekitar situ.
Btw, kamarnya nyaman nih, membuat bahagia saat menginap. Bisa jadi rekomendasi siapa aja, yang pengen istirahat di sana
Ya ampun, Kak. Aku juga pasti bakalan ngakak kalau gitu sih. Gimana nggak? Vila yang ditanya ternyata ada di tempat yang nggak jauh dari tempat kita nanya terakhir kali.
Ibarat kata, kita tuh sebenarnya cuma nengok juga udah kelihatan.
Adegan kayak gini tuh ada di film-film komedi nggak sih. Atau di film di mana tokohnya mau ngerjain tokoh yang lain.
Aku ingat malah ada di film India Dil Hai Tumhara apa ya.