
Dalam setiap perjalanan ke berbagai daerah atau tempat, suami selalu mengingatkan saya untuk mampir ke masjid rayanya. Sempatkan salat setidaknya dua rakaat atau berjamaah di salah satu waktunya, lalu mengisi kotak amal dengan lembaran uang nilai tertinggi yang saat itu ada di dompet.
Begitu yang saya lakukan saat berada di Pontianak. Kota di garis khatulistiwa dan memiliki Masjid Raya Mujahidin yang berada persis di tengah kota. Saya pun bertamu dan menikmati waktu dzuhur dengan hati yang membuncah bahagia. Sang Pencipta dan semesta nyatanya mengizinkan saya bersujud di rumahNya yang jaraknya ribuan kilometer dari rumah. Satu hitungan jarak yang rasanya begitu jauh untuk digapai.
Terik memang tak dapat ditolak karena memang begitulah takdir kota Pontianak. Tapi Rizki, blogger yang menemani saya saat itu, meyakinkan bahwa suasana dan keadaan di dalam Masjid Raya Mujahidin akan memberikan rasa adem di tubuh dan hati para tamunya. Karena sering salat di sini, Rizki juga menceritakan tentang beberapa penjual makanan dan minuman di seputaran masjid. Semua enak-enak dengan harga yang ramah di kantong. Karenanya setiap kedai seringkali padat dan jadi rebutan saat salat berakhir. Khususnya setelah ibadah salat Jumat yang lebih ramai dari biasanya.
Rizki bergegas memarkirkan mobil di salah satu sisi tanah lapang yang terlihat rimbun oleh pepohonan tinggi. Waktu salat dzuhur masih 15 menit lagi. Saya bergegas mengganti alas kaki, menyiapkan mukena, sembari melihat ratusan publik berbondong-bondong berjalan masuk ke dalam masjid.
Keriuhan ini semakin terlihat saat anak-anak SD berjalan bergerombol mengejar waktu. Anak-anak yang memang sekolahnya berada di kawasan yang sama dengan Masjid Raya Mujahidin. Mereka tampak riang berlarian. Kadang bergelut dan saling menggandeng satu sama lain. Teriakan-teriakan riang pun menggema disana-sini.
Saya mendadak merasakan kebahagiaan yang terpancar di wajah-wajah anak-anak ini. Saya sempat bertanya ke beberapa diantara mereka apakah setiap dzuhur mereka salat di masjid. Jawaban IYA yang keluar kompak dari mulut mereka, membuat saya menarik senyum berlama-lama. MashaAllah. Beginilah seharusnya anak-anak mendapatkan ilmu dan didikan tentang agama. Jadi sebelum pulang ke rumah, mereka bersama-sama, setiap hari, beribadah wajib dengan sukacita.
Tentang Masjid Nusantara : Terjebak Dalam Kekaguman di Masjid Raya Al-Jabbar Bandung

Sembari berjalan menuju masjid, saya menyempatkan diri melihat Masjid Raya Mujahidin dari kejauhan. Kemegahannya begitu terlihat di depan mata. Tak heran jika Masjid Raya Mujahidin didapuk sebagai masjid terbesar di Pontianak dan menjadi ikon serta landmark kota ini. Bahkan saat saya tiba di Pontianak dan melewati masjid ini untuk mencapai hotel, hati saya langsung bergetar. Kehadirannya yang terlihat dari kejauhan dengan qubah emas yang berkilau membuat saya langsung terjerembab dalam kekaguman.
Teman kantor suami yang membawa kami dari bandara menuju hotel pun turut menyampaikan kebanggaannya atas kehadiran Masjid Raya Mujahidin ini. Suami pun langsung berpesan agar saya menyempatkan diri mampir, memotret, dan menuliskannya di blog ini.
“Sempatkan menulis tentang Rumah Allah saat berada di satu daerah. Jangan melulu tentang kuliner atau tempat wisata.” Begitu pesan penting yang disampaikan suami saat saya tak henti mengucapkan rangkaian kalimat kekaguman dan pujian sepanjang jalan melewati masjid yang menjadi pusat kajian dan beragam kegiatan keagamaan Islam bagi masyarakat Pontianak.
Dari halaman dan tanah seluas sekitar 4 hektar ini, saya melihat sebuah bangunan megah rumah milik Sang Maha Penentu di atas bangunan berukuran 60×60 meter. Terlihat dari kejauhan sedemikian banyak pintu-pintu tinggi yang mengingatkan saya akan beberapa masjid besar yang ada di Mekkah dan Madinah.
Mendadak hati ini rindu kembali ke tanah suci dan bersujud di sana sembari menghabiskan waktu ibadah dengan rangkaian kegiatan berkualitas.
Selain 4 minaret yang menjulang tinggi di 4 penjuru sisi masjid dan sebuah qubah berwarna emas yang berada di tengah bangunan, masjid cantik ikon kota Pontianak ini juga memiliki satu minaret lain dengan ukuran yang lebih besar yang menghubungkan antara masjid dan area plaza bagi publik untuk bercengkrama. Jika tidak salah lihat, di menara yang berukuran lebih besar ini terdapat pengeras suara yang cukup menarik perhatian.
Penamaan “mujahidin” yang disematkan mengingatkan saya akan penamaan dan atau gelar yang diberikan kepada para pejuang kebenaran di jalan Allah. Satu kata yang sarat makna yang mewakili bagaimana perjuangan masyarakat untuk mendirikan masjid raya ini. Sebuah filosofi kuat yang saya yakin jadi penyemangat bagi publik Kalimantan Barat untuk tidak lelah memakmurkan Masjid Raya Mujahidin.
Dari sebuah referensi tertulis yang saya dapatkan, penamaan ini idenya berasal dari H. Malidin, pelopor pendirian Masjid Raya Mujahidin yang juga adalah penggerak kegiatan ibadah/keagamaan dari para warga kompleks yang dulu berada di lokasi tempat berdirinya masjid raya ini. Konsep yang tadinya adalah musala kemudian berubah menjadi masjid seiring dengan perkembangan waktu serta kebutuhan, jumlah umat yang semakin bertambah, dan tentu saja seizin pemerintah setempat dan pusat.
Pertama berdiri dan diresmikan pada 23 Oktober 1978 oleh Presiden ke-2 RI, Soeharto bersamaan dengan ulang tahun kota Pontianak ke-207, Masjid Raya Mujahidin mengalami proses renovasi yang dimulai pada 2011 kemudian selesai dan kembali diresmikan pada 20 Januari 2015 oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Di bangunan terbaru ini, sentuhan garis rancang arsitektur khas Kalimatan Barat tampak terlihat. Ciri utamanya adalah dengan kehadiran banyaknya tiang di dalam maupun di sisi luar masjid. Begitu pun dengan garis motif yang menempel di berbagai sisi dinding. Guratannya membawa ingatan saya akan beberapa motif kain yang dimiliki oleh Kalimantan Barat. Keberadaan bangunan inti yang bagaikan rumah panggung dan terkoneksi dengan bangunan bagian bawahnya juga menjadi ciri khusus akan rumah adat daerah di mana masjid ini berdiri.
Tentang Masjid Nusantara : Menelusur Kemegahan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh


Adzan pun terdengar menggema saat saya selesai mengambil wudhu yang berada di bangunan tertentu dan terletak bagian bawah masjid. Ruang wudhunya sangat luas dengan beberapa keran dan dudukan di hadapan yang memudahkan kita untuk menyucikan diri. Saat saya berada di dalam ruangan ini riuh terdengar suara air mengalir di berbagai sudut. Suara indah yang membawa saya melihat begitu banyak kaum wanita yang bergegas berwudhu, mengejar waktu untuk salat berjamaah.
Tadi, sebelum masuk ke area wudhu, sekilas saya melihat bagian bawah ini yang sepertinya digunakan layaknya ruang serbaguna dengan selaras yang tampak nyaman dan adem. Terlihat beberapa kelompok pengunjung yang sedang beristirahat sembari berbincang di tempat ini. Mereka duduk-duduk di atas sajadah yang sudah terbentang berderet rapi. Ah, tampaknya mereka memutuskan untuk salat di selasar sembari menikmati hembusan angin.
Saya bergegas menaiki tangga menuju lantai atas di mana umat berkumpul untuk menunaikan salat. Saya sengaja mengambil shaf yang mendekat ke arah kipas angin yang ternyata menjadi area favorit anak-anak SD tadi. Sembari bergerak bahkan meloncat kesana-kemari, anak-anak perempuan dalam usia tumbuh kembang ini tampak sibuk menggunakan mukenah berwarna-warni. Wajah-wajah mereka yang polos tersenyum ke arah saya kemudian menghentikan obrolannya saat saya meletakkan dan melekatkan jari telunjuk ke mulut. Mereka tampaknya sangat paham karena dalam beberapa detik kemudian mereka kompak terdiam sembari khusyuk mendengarkan iqamah yang diperdengarkan oleh seorang muadzin.
Tapi proses diam ini ternyata tidak berlangsung lama. Ada rangkaian tawa tertahan karena dua orang di antara mereka terlihat bergelimpangan jatuh karena menginjak mukenahnya sendiri akibat mendadak berdiri terlalu tergesa-gesa. Keduanya kebetulan persis berada di shaf di depan saya. Jujurly, pengen ngakak juga tapi saya tahan sekuat mungkin karena takbir rakaat pertama sudah terdengar. Sekaligus tetap jaga image di depan bocah-bocah yang tadi saya suruh diam.
Usai salat dan disalami oleh rombongan krucil yang berada di sekitaran saya, netra dan insting memotret pun mendadak bangkit. Selain karpet tebal yang sinkron dengan warna dinding ruangan, Masjid Raya Mujahidin tegak dengan langit yang begitu menjulang tinggi. Qubah yang tadi saya lihat dari luar sekarang bisa saya saksikan bagian dalamnya. Dihias dengan garis-garis bercat emas, qubah masjid ini sekali lagi mengingatkan saya dengan kecantikan hakiki dari sebuah masjid raya. Begitu pun dengan rangkaian tulisan ayat suci Qur’an yang berderet rapi di sebuah list berwarna pekat yang mengelilingi bagian bawah qubah.
Sentuhan arsitektur Islam klasik dan kekayaan budaya Kalimatan Barat pun langsung saya rasakan. Ada sentuhan details dari setiap sisi dinding maupun langit-langit yang tampak mengajak kita, para tetamu, untuk lebih memahami sembari menikmati kolaborasi antara kedua kekayaan budaya tersebut di atas.
Saya mendangak sampai lupa waktu dan enggan beranjak dari lantai atas Masjid Raya Mujahidin ini. Semakin tergugu dalam kekaguman saat netra saya bersirobok dengan tiang-tiang dan ornamen dinding yang dibuat dari berbagai kayu ukir berwarna pekat. Kemudian tersebar tulisan Asmaul Husna yang di berbagai titik langit-langit. MashaAllah. Gak salah jika banyak publik yang mengatakan bahwa Masjid Raya Mujahidin adalah salah satu masjid yang cantik, indah, dan megah yang ada di tanah air.
Betapa beruntungnya saya. Seorang pejalan dari tanah jauh di luar pulau dan diberikan kesempatan menyaksikan langsung keistimewaan Masjid Raya Mujahidin yang berada di tengah kota Pontianak. Siapa yang menyangka bahwa perempuan seusia menuju lansia seperti saya, tinggal di tanah Jawa, kelahiran Sumatera, akhirnya bisa bertamu ke salah satu istana Allah Subhannahu Wata’ala yang berada jauh di pulau Kalimantan.
Rahasia-Nya senantiasa tidak dapat kita duga.
Tentang Masjid Nusantara : Beberapa Masjid Indah Bersejarah yang Bisa Kita Kunjungi di Makassar

Menikmati sebotol besar minuman dingin di lapangan luas yang dimiliki masjid ini, saya kembali tak henti membicarakan tentang indahnya rangkaian mozaik yang dihadirkan kepada Rizky. Setiap jengkal dikerjakan secara rinci dengan garis-garis yang begitu mengesankan. Pujian saya haturkan kepada siapa pun yang terlibat langsung dalam pembangunan Masjid Raya Mujahidin ini. Lewat sentuhan dan tangan midas merekalah Masjid Raya Mujahidin tampil begitu istimewa.
Semoga Sang Maha Pemberi senantiasa memberikan rahmat dan kemuliaan setinggi-tingginya kepada masjid ini berikut semua anggota Dewan Kemakmuran Masjid yang saya yakin sedang akan akan selalu berusaha agar masjid raya ini melakukan fungsi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
Tentang Masjid Nusantara : Merah, Hijau, dan Kuning di Masjid H. Muhammad Cheng Hoo Surabaya



Teh Annie kebiasaannya sama kaya aku sama suami. Setiap berkunjung ke daerah tertentu selalu menyempatkan diri untuk singgah ke Masjid Raya. Namun yang paling berkesan saat hendak ke Jogja kami mampir sholat di musholla sederhana tapi ada di tengah sawah. Viewnya Masha Allah bagus bgt. Malah jadi berkesan setiap hendak sholat mampir ke ragam masjid dan musholla di tiap daerah.
Ngomongin Yogya aku jadi ingat Masjid Yogyakarian. Melihat kegiatan-kegiatan mereka dan apa yang sudah mereka lakukan kepada masyarakat, rasanya nyes banget. Pengen ke sana, salat, dan berinteraksi dengan para marbot yang kabarnya adalah anak-anak muda. Termasuk anggota Dewan Kemakmuran Masjid nya.
Mampir salah di musala juga rasanya adem ya Des. Aku juga ada beberapa kali mampir di beberapa musala. Rerata sih di seputaran mall.
Menghabiskan waktu di dalam masjid membuat hati jadi tenang ya teh Annie apalagi di masjid Raya Mujahidin yang megah ini, ini sih bisa jadi salah satu magnet wisata religi buat para wisatawan yang ke Pontianak ya
Betul banget Mbak Leha.
Selain menyempatkan diri beribadah, kita juga diajak untuk melihat bagaimana beberapa orang yang memiliki kemampuan rancang bangun bisa menghadirkan sebuah karya yang luar biasa. Keindahan masjid membuktikan bahwa di sana ada pengabdian akan kehebatan skill serta ilmu manusia yang dihaturkan kepada Sang Pencipta.